Panglima militer Filipina Romeo Brawner pada Senin, 15 Januari 2024, mengumumkan Filipina akan mengembangkan pulau-pulau di Laut Cina Selatan agar lebih layak huni bagi pasukannya. Pulau-pulau tersebut berada di wilayah perairan yang Manila klaim sebagai miliknya, di tengah ketegangan dengan Cina atas laut yang diperebutkan di Asia tersebut.
Cina dan Filiphina sama-sama mengklaim punya hak wilayah di Laut Cina Selatan. Cina mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan dan mereka saling bertukar tuduhan atas perilaku agresif di jalur perairan strategis itu. Wilayah yang diklaim Cina bertumpang-tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) sejumlah negara anggota ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 memutuskan klaim Beijing atas Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Selain Second Thomas Shoal, yang secara lokal dikenal sebagai Ayungin, Filipina menempati delapan wilayah lain di Laut Cina Selatan, dan menganggapnya sebagai bagian dari ZEE-nya.
“Kami ingin memperbaiki kesembilan pulau tersebut, terutama pulau-pulau yang kami duduki,” kata Brawner kepada wartawan setelah menghadiri konferensi komando yang dipimpin oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. di markas militer.
Fitur-fiturnya termasuk pulau Thitu, pulau terbesar dan paling strategis di Laut Cina Selatan. Dikenal secara lokal sebagai Pag-asa, Thitu terletak sekitar 480 km sebelah barat provinsi Palawan, Filipina.
Brawner mengatakan militer Filipina ingin menghadirkan mesin desalinasi untuk tentara yang tinggal di kapal perang yang sengaja didaratkan Filipina di Second Thomas Shoal pada 1999 untuk menegaskan klaim kedaulatannya. Termasuk dalam rencana modernisasi militer adalah akuisisi lebih banyak kapal, radar, dan pesawat terbang seiring Filipina mengalihkan fokusnya ke pertahanan teritorial dari pertahanan dalam negeri. Laut Cina Selatan yang diperebutkan merupakan jalur pengiriman barang senilai lebih dari US$3 triliun (Rp46 kuadriliun) setiap tahunnya. [SB]