Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Dunia Arab di Ambang Perang Besar, "Kiamat" Baru Ancam Bumi

Januari 08, 2024 Last Updated 2024-01-08T05:58:05Z



Ketegangan masih terus terjadi di dunia Arab, wilayah Timur Tengah. Hal ini dipicu oleh pertempuran yang terjadi antara Israel dan milisi Palestina, Hamas, yang akhirnya mulai melebar ke wilayah lainnya.


Hamas tergabung dalam sebuah pakta yang disebut dengan Aliansi Perlawanan yang disokong Iran. Selain Hamas, bersama dengan Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, serta beberapa milisi yang didukung Teheran di Suriah dan Irak.


Eskalasi kemudian memuncak dengan adanya serangan-serangan yang dilakukan oleh Hizbullah dan Houthi ke pihak Israel. Hizbullah diketahui telah meluncurkan roket ke Negeri Yahudi itu semata-mata untuk memaksa Tel Aviv menghentikan serangannya ke Gaza, wilayah Palestina yang dikuasai Hamas.


Dari Selatan, Houthi melancarkan serangan ke beberapa kapal dagang yang diduga memiliki kaitan dengan Israel yang melintasi Laut Merah. Ini merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam pertempuran Tel Aviv melawan Hamas di Gaza.


Israel pun tidak diam saja. Negara pimpinan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu itu telah melancarkan serangan ke Lebanon, dengan serangan terbaru berhasil membunuh salah satu pimpinan Hamas yang mengungsi ke negara itu, Saleh Al Arouri.


Di front Selatan, sekutu Israel, Amerika Serikat (AS) turun tangan dan mengirimkan armada perang. Minggu kemarin, helikopter Angkatan Laut Washington menembaki pasukan Houthi yang berusaha menaiki kapal sebuah kargo. Tembakan itu menyebabkan 10 anggota milisi Houthi tewas atau hilang.


Terbaru, AS membunuh seorang komandan milisi pro-Iran Harakat Al Nujaba, Mushtaq Thalib Al Saidi, dalam sebuah serangan di Baghdad, Irak. Harakat Al Nujaba merupakan faksi dari kelompok yang bernama Hashed Al Shaabi yang merupakan mantan unit paramiliter pro-Iran yang pernah memerangi jihadis Muslim Sunni dan kini terintegrasi ke dalam angkatan bersenjata Irak.


Serangan ini pun memicu kemarahan dari Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia Al Sudani. Kemarahan ini pun menimbulkan banyak seruan agar pasukan AS diusir dari Irak.


Pertempuran ini pun juga dibumbui oleh ledakan langsung yang menyerang Iran. Pada Rabu, terjadi ledakan bom di Kerman, Iran, yang menewaskan 84 orang. Bom itu meledak saat para peziarah memadati makam Jenderal Garda Revolusi Qasem Soleimani yang tewas dalam serangan AS pada 2020 lalu.


Iran menuding Israel dan AS berada di balik ledakan bom yang diyakini meledak dengan remote control itu. Meski begitu, Washington mengklaim pihaknya dan Israel tidak terlibat dalam aksi mematikan itu.


"Kiamat" Baru: Badai Inflasi


Eskalasi ini pun telah menimbulkan efek global. Ini disebabkan vitalnya wilayah Timur Tengah di kancah global.


Beberapa raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) memilih untuk menghindari perairan Laut Merah akibat serangan Houthi. Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika.


Menurut para manajer logistik, hal ini telah menciptakan badai besar dalam perdagangan global. Pasalnya, produk-produk musim semi dan panas akan tiba terlambat lantara kapal-kapal dagang memutuskan untuk mengitari Benua Afrika alih-alih melewati Laut Merah dan Terusan Suez.


Waktu perjalanan yang lebih lama juga dapat menunda kedatangan barang-barang musim semi yang biasanya diambil sebelum Tahun Baru Imlek, yang ditetapkan pada bulan Februari, ketika pabrik-pabrik tutup dan karyawan pergi berlibur.


Ini pun akhirnya berdampak pada kenaikan tarif pengiriman. Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu ini menjadi di atas US$ 4.000 (Rp 62 juta) per unit 40 kaki.


Tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara juga meningkat sebesar 55% menjadi US$ 3,900 (Rp 60 juta) per kontainer berukuran 40 kaki. Harga di Pantai Barat naik 63% menjadi lebih dari US$ 2.700 (Rp 42 juta).


"Tekanan rantai pasokan yang menyebabkan inflasi bersifat 'sementara' pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia terus berlanjut," kata Larry Lindsey, kepala eksekutif firma penasihat ekonomi global Lindsey Group, kepada CNBC International.


Di sisi lain, harga minyak dunia juga mencatatkan kenaikan pasca memanasnya Timur Tengah dan jalur pelayaran Laut Merah, yang mengakomodir 12% perdagangan dunia. Harga minyak naik sekitar 1% pada Kamis sore di London, melanjutkan kenaikan dari sesi sebelumnya.


Analis Energi Senior Bernstein, Neil Beveridge, mengatakan peningkatan eskalasi ini akan terus mengangkat harga minyak mentah Brent mengingat Iran yang telah mengirimkan kapal perang ke Laut Merah. Namun, pihaknya mencatat bahwa belum akan ada dampak besar.


"Kami belum pernah melihat serangan angkatan laut Iran sebelumnya. Dan selama hal itu benar-benar tidak mengarah pada eskalasi, maka saya tidak melihat dampak yang signifikan pada level ini," tambahnya.


Minyak Membara


Situasi tak stabil Timur Tengah diketahui juga sempat menggerek harga minyak. Peristiwa berdarah ledakan bom kembar yang menewaskan sedikitnya 103 orang di Iran Rabu, di mana kerumunan sedang memperingati kematian Jenderal Qasem Soleimani di kota Kerman, menaikkan harda minyak di atas 3%.


Pada Rabu pagi waktu RI, diketahui minyak acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate, sempat naik 3,3% menjadi US$72,70 per barel pada penutupan. Sementara minyak mentah Brent North Sea, naik 3,1% menjadi US$78,25 per barel.


Iran sempat menuding Israel dan AS berada dibalik kejadian ini. Meski demikian penurunan kembali terjadi seiring pengakuan ISIS, yang mengatakan bertanggung jawab pada ledakan itu.


Awan Gelap di Timur Tengah


Analis politik senior Al-Jazeera, Marwan Bishara mengatakan "awan gelap perang" yang terjadi di Timur Tengah kini makin meningkatnya ketegangan regional. Menurutnya apapun bisa terjadi sekarang di wilayah itu.


"Ada begitu banyak kekerasan yang terpendam, begitu banyak ketegangan yang terpendam, begitu banyak konflik dan begitu banyak bagian yang bergerak," jelasnya.


"Dari Laut Merah, hingga perbatasan Iran-Irak, hingga Yaman, Teluk. Pada dasarnya semua wilayah di kawasan ini berpotensi untuk melakukan eskalasi lebih lanjut," tegasnya. [SB]

×