Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Dolar AS Tak Terbendung, Ini Penyebabnya

Januari 18, 2024 Last Updated 2024-01-18T02:45:18Z


Dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap sebagian besar mata uang dunia. Ekspektasi potensi penurunan suku bunga di awal tahun ini mulai goyah, sehingga melambungkan dolar AS.


Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, indeks dolar bertahan di level tertinggi satu bulan di sekitar 103,3 pada hari Rabu (17/1), karena investor mengurangi taruhan pada penurunan suku bunga AS pada bulan Maret.


Hal itu sejalan dengan pernyataan Gubernur Federal Reserve Christopher Waller, yang mengindikasikan bank sentral mungkin tidak menurunkan suku bunga seagresif yang diperkirakan pasar pada Selasa (16/1).


Pernyataannya mencerminkan pernyataan hawkish dari pejabat Bank Sentral di awal pekan ini yang memicu kalibrasi ulang ekspektasi penurunan suku bunga. Pasar kini melihat peluang 62,2% penurunan suku bunga Fed pada bulan Maret, turun secara signifikan dari 76,9% pada sesi sebelumnya, menurut FedWatch Tool dari CME Group.


Sutopo menjelaskan, ekspektasi soal penurunan suku bunga yang melambat telah mengangkat imbal hasil obligasi Amerika yang memberi kekuatan kepada the greenback. Selain itu, pelemahan pasar saham kemarin meningkatkan permintaan likuiditas terhadap dolar AS.


“Dolar menguat di seluruh papan perdagangan, dan diperkirakan masih akan menguat hingga akhir bulan pada kisaran 104,00 dengan perbandingan terhadap rupiah ke kisaran Rp 15.700 - Rp 15.750 per dolar AS,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (17/1).


Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, isyarat pendekatan hati-hati terhadap penurunan suku bunga yang disampaikan Christopher Waller kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga.


Komentar tersebut mengirim dolar AS ke level tertinggi satu bulan, dan juga memicu lonjakan tajam imbal hasil Treasury, dengan tingkat suku bunga 10-tahun melewati angka 4%.


Di Asia, rilis Produk Domestik Bruto Tiongkok pada kuartal keempat 2023 tumbuh sedikit lebih rendah dari perkiraan, yaitu sebesar 5,2%. Pertumbuhan PDB tahunan mencapai 5,2%, mengalahkan target Beijing sebesar 5% pada tahun 2023. Namun sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh dasar perbandingan yang lebih rendah dari tahun 2022.


Data yang dirilis pada hari Rabu menunjukkan bahwa negara dengan ekonomi terbesar di Asia ini masih berjuang untuk menopang pertumbuhan dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19, di tengah tekanan yang terus-menerus dari belanja konsumen yang lemah, lesunya investasi swasta, dan krisis sektor properti yang sedang berlangsung.


Ibrahim menuturkan, isyarat ekonomi AS lainnya menunggu karena para pedagang memangkas perkiraan penurunan suku bunga di bulan Maret. Pasar sekarang fokus pada data produksi industri dan penjualan ritel bulan Desember, yang akan dirilis pada hari Rabu.


“Setiap tanda-tanda kekuatan ekonomi AS, khususnya belanja konsumen, memberi The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu lebih lama,” ungkap Ibrahim dalam risetnya, Rabu (17/1).


Sutopo turut melihat investor saat ini menantikan data penjualan ritel Amerika untuk memandu prospek suku bunga lebih lanjut. Ekspektasi suku bunga tinggi masih bertahan lama itu pula yang melaterbelakangi pelemahan sejumlah mata uang termasuk di kawasan Asia.


Bagi Indonesia sendiri, Sutopo menilai, pelemahan nilai tukar tidak menyurutkan minat untuk berinvestasi di tanah air karena prospek pertumbuhan ekonomi dipandang merupakan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.


Rupiah melemah dari awal pekan ini dan terpantau koreksi sekitar 0,32% ke level Rp 15.634 per dolar AS pada Rabu (17/1). Walaupun demikian, dana asing tetap mengalir ke Indonesia yang tercermin dari net buy investor asing di pasar saham sebesar Rp 1,67 triliun, kemarin.


Lelang Surat Utang Negara (SUN) juga mencatat peningkatan aktivitas investor asing pada Selasa (16/1). Lelang SUN mencatat penawaran sebesar Rp 67,56 triliun, dari jumlah tersebut penawaran masuk investor asing terpantau meningkat signifikan menjadi Rp 12,35 triliun dari Rp 7,37 triliun pada lelang sebelumnya.


Ibrahim menambahkan, tingkat inflasi Indonesia terkendali dan tercatat rendah sebesar 2,61% pada akhir 2023. Di sisi sektor eksternal, surplus perdagangan Indonesia bertahan hingga akhir 2023, di mana pada Desember mencapai US$ 3,3 miliar, naik dari US$ 2,4 miliar pada bulan sebelumnya.


Berlanjutnya surplus perdagangan tersebut berhasil mendukung cadangan devisa yang mencapai US$ 146,4 miliar pada akhir 2023.


Teranyar, Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2024 di level 6,00%, Rabu (17/1).  Keputusan menahan suku bunga ini seiring dengan fokus kebijakan moneter yang pro stabilitas. Selain itu untuk mengendalikan inflasi tetap sesuai target.


“Perkembangan ekonomi terus menunjukkan ketahanan.


Adapun dalam perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 0,32% ke level Rp 15.643 dolar AS. Menurut Ibrahim, rupiah kemungkinan masih melanjutkan tren pelemahan di level kisaran Rp 15.60 - Rp. 15.690 per dolar AS di perdagangan besok. [SB]

×