Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

AS Ngamuk Bom Iran, Bunuh Komandan Pro Iran

Januari 05, 2024 Last Updated 2024-01-05T03:21:57Z



Ketegangan terus terjadi di Timur Tengah. Terbaru, Amerika Serikat (AS) membunuh seorang komandan milisi pro-Iran Harakat Al Nujaba, Mushtaq Thalib Al Saidi, dalam sebuah serangan yang dilakukan Kamis waktu Baghdad, Irak.


Juru Bicara Pentagon Mayor Jenderal Pat Ryder mengatakan serangan itu merupakan tindakan pembelaan diri terhadap seorang komandan yang secara aktif merencanakan serangan terhadap personel AS. Ia menjabarkan serangan itu dilakukan dengan drone.


"Penting untuk dicatat bahwa serangan itu dilakukan untuk membela diri, tidak ada warga sipil yang terluka dan tidak ada infrastruktur atau fasilitas yang diserang," kata Ryder kepada wartawan di Washington dikutip AFP, Jumat (5/1/2024).


"Serangan tersebut menargetkan seorang pemimpin Harakat Al Nujaba yang secara aktif terlibat dalam perencanaan dan melakukan serangan terhadap personel Amerika," tambahnya.

 

Harakat Al Nujaba merupakan faksi dari kelompok yang bernama Hashed Al Shaabi. Kelompok ini sebagian besar merupakan mantan unit paramiliter pro-Iran yang pernah memerangi jihadis Muslim Sunni dan kini terintegrasi ke dalam angkatan bersenjata Irak.


Meski telah menyampaikan terkait serangan ini, tidak banyak hal yang dirinci oleh Ryder. Termasuk apakah serangan ini telah dikoordinasikan kepada Baghdad.


"Kami percaya bahwa Al Saidi adalah bagian dari kekuatan mobilisasi rakyat, yang berada di bawah payung tentara Irak," kata salah satu wartawan Al Jazeera, Patty Culhane.


Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia Al Sudani mengungkapkan kemarahan yang luar biasa. Kemarahan ini pun menimbulkan banyak seruan agar pasukan AS diusir dari Irak.


"Angkatan bersenjata Irak menganggap pasukan koalisi global bertanggung jawab atas serangan yang tidak beralasan ini," kata juru bicara Sudani dalam sebuah pernyataan.


Serangan itu terjadi setelah serangkaian serangan terhadap melanda pasukan AS di Irak dan negara tetangga Suriah sejak dimulainya serangan Israel ke wilayah Gaza. Washington mengatakan sudah ada lebih dari 100 kasus sejak pertengahan Oktober.


Banyak serangan itu diklaim dilakukan oleh Perlawanan Islam di Irak. Ini merujuk sebuah aliansi kelompok bersenjata yang disokong Iran untuk memberikan penentangan kuat terhadap dukungan AS kepada Israel dalam perang Gaza.


Di sisi lain, partai-partai pro-Iran mendominasi parlemen Irak. Mereka memenangkan mayoritas kursi dewan di sebagian besar provinsi di negara itu setelah pemilihan dewan provinsi yang diadakan pada bulan Desember.


Selain di Irak, AS diketahui juga memanas dengan proksi Iran lainnya di Yaman, Houthi. Ketegangan terjadi setelah Houthi melancarkan serangan ke beberapa kapal dagang di Laut Merah untuk menekan dunia internasional agar dapat memaksa Israel menghentikan serangannya ke Gaza.


Atas aksi ini, Washington mulai menerjunkan kapal militernya di wilayah perairan itu. Dalam operasi Prosperity Guardian, militer AS menembaki rudal dan drone milik Houthi, dan bahkan menembaki anggota kelompok itu hingga tewas saat ingin menaiki kapal Maersk Hangzhou milik raksasa perkapalan Denmark, Maersk.


Sementara itu, serangan AS ini juga terjadi sehari setelah terjadinya ledakan bom di Kerman, Iran, yang menewaskan 84 orang. Bom itu meledak saat para peziarah memadati makam Jenderal Garda Revolusi Qasem Soleimani yang tewas dalam serangan AS pada 2020 lalu.


Iran menuding Israel dan AS berada di balik ledakan bom yang diyakini meledak dengan remote control itu. Meski begitu Washington mengklaim pihaknya dan Israel tidak terlibat dalam aksi mematikan itu, di mana dalam update terbaru ISIS mengaku bertanggung jawab.


Perlu diketahui Timur Tengah sendiri masih panas karena serangan Israel ke Gaza, Palestina. Ketegangan dikhawatirkan meningkat seiring pembunuhan yang dilakukan Israel ke petinggi Hamas di Lebanon, Saleh Al-Arouri, dalam sebuah serandan drone.


Ini menyebabkan Hizbullah, milisi pro Hamas di Lebanon marah. Balas dendam mengancam perang yang lebih luas dikhawatirkan menggerek harga minyak dan melambungkan inflasi global. [SB]

×