Sebagian masyarakat mengakui kesulitan mengandalkan gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain karena harga kebutuhan yang makin mahal, kesulitan itu juga muncul karena gaji tergerus kewajiban membayar kredit.
Zulkifli seorang pegawai negeri sipil (PNS) mengatakan sudah setahun ini hidup super irit. Setiap berangkat kerja, dia selalu bertekad tidak mengeluarkan uang sama sekali. "Benar-benar berusaha supaya 0, jadi saya ga keluarin duit sama sekali kalau bisa," kata dia, Senin, (4/11/2023).
Pria satu anak ini menceritakan sebenarnya gaji dia dan istrinya bila digabungkan lumayan untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun belakangan, gabungan pendapatan mereka habis setengahnya untuk membayar kredit pemilikan rumah (KPR) yang dia ambil setahun lalu. "Pos terbesar pasti KPR, itu udah setengah gaji kami berdua," kata dia.
Dia mengatakan sisa penghasilan itulah yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari membeli beras sampai bensin. Zulkifli sudah cukup lama menghapus anggaran nongkrong di kafe dari daftar pengeluaran bulanannya. Dia mengatakan pengeluaran ditekan agar pendapatan mereka cukup untuk satu bulan.
Kondisi masyarakat yang tergopoh-gopoh membayar cicilan ditengarai berhubungan dengan era suku bunga tinggi yang terjadi di Indonesia. Bank Indonesia pada 19 Oktober 2023 lalu menaikkan bunga acuan BI-7 day reverse repo rate sebesar 25 basis points menjadi 6% pada 19 Oktober 2023. Level suku bunga acuan yang bertahan hingga sekarang itu berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ekonom senior yang juga mantan menteri keuangan Chatib Basri menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan tentu akan mengerek bunga kredit masyarakat. Membuat beban pengeluaran atau belanja semakin tinggi di tengah stagnannya pendapatan.
Dia mengatakan turunnya konsumsi masyarakat tercermin dari melemahnya indeks keyakinan konsumen (IKK) pada September 2023. Pada September, IKK yang dirilis BI secara rutin berada di level 121,7 atau turun dari catatan angka indeks pada Agustus 2023 di level 125,2. Meski sempat turun di September, IKK kembali naik pada Oktober 2023 menjadi di level 124,3.
Fenomena ini menurut Chatib menandakan adanya implikasi dari beban suku bunga terhadap tabungan masyarakat. Artinya, mereka tetap mempertahankan konsumsi, namun dengan mengambil porsi tabungan ataupun mengambil utang baru. "Bayangin konsumsinya naik, sementara pendapatannya tetap, berarti yang dia lakuin apa, dia makan tabungan kan. Nah kalau dia makan tabungan seberapa lama akan tahan. Pilihannya cuma dua, dia ngutang atau nanti konsumsinya akan turun," ujar Chatib.
Fikri, seorang pegawai satuan pengamanan mengakui selama 3 bulan ini terpaksa menggunakan sebagian tabungannya untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Aktivitas makan tabungan itu terutama terjadi di akhir bulan, ketika gaji sudah hampir habis. "Sebulan bisa ambil Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu," kata dia.
Dia menceritakan salah satu pengeluarannya adalah kewajiban membayar kredit ponsel, dengan cicilan Rp 800 ribu per bulan. Jumlah itu, kata dia, cukup terasa mengingat banyak kebutuhan lainnya yang harganya merangkak naik.
Fikri menyebut setiap kali terpaksa makan tabungan, dirinya akan menabung dengan jumlah yang sama dengan uang yang diambil. Fikri tak mau aktivitas makan tabungan ini berlanjut. Satu bulan lalu, dia memutuskan mengambil kerja sambilan sebagai pengemudi ojek. "Lumayan penghasilannya," kata dia. (CNBC Indonesia)