Indonesia kembali dibuat geram oleh Uni Eropa. Kini, produk baja asal RI dituduh merupakan hasil subsidi pemerintah China.
Atas tuduhan itu Uni Eropa mengenakan tambahan bea masuk antidumping (BMAD) dan Countervailing Duties atau Bea Masuk Penyeimbang (BMP) atas lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold rolled flat (SSCRF) asal Indonesia.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan Bara Krishna Hasibuan menilai transnational subsidies atau subsidi transnasional sebetulnya juga tidak bertentangan dengan ketentuan WTO, yang dinamakan dengan agreement on subsidies and countervailing measures.
Hal ini juga menjadi kasus sengketa pertama di dunia dan dalam sejarah pembentukan World Trade Organization (WTO).
"Soal transnational subsidies belum pernah satupun negara atau anggota di WTO yang mengangkat kasus ini dalam suatu dispute. Jadi ini adalah pertama kali dalam sejarah pembentukan WTO ada satu anggota yang men-challenge anggota lain dalam dasar ini," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Minggu (17/12/2023).
Oleh sebab itu, Bara menyebut Indonesia telah resmi menggugat Uni Eropa di WTO atas pengenaan tambahan bea masuk antidumping tersebut pada akhir November 2023. Terlebih apa yang dituduhkan oleh Uni Eropa tersebut juga tidak mempunyai dasar bukti yang kuat.
"Argumentasi dari Uni Eropa adalah bahwa pabrik yang dimiliki oleh investor China yang beroperasi di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sedangkan mereka gak bisa membuktikan jenis subsidi seperti apa itu yang dikenal dengan nama transnational subsidies," kata dia.
Bara menyebut RI bisa merugi hingga 40 juta Euro atau sekitar Rp 668,8 miliar (asumsi kurs Rp 16.720 per Euro) bila peningkatan bea impor antidumping ini diberlakukan Uni Eropa. Jumlah tersebut setara 20.000 ton stainless steel yang dikenakan tambahan biaya bea masuk antidumping tersebut. [SB]