Kondisi [Pizza Hut Indonesia] saat ini lebih berat dari COVID-19.”
Dengan nada serius, Kurniadi menjelaskan kondisi perusahaannya sebagai pemegang lisensi Pizza Hut di Indonesia kini sedang tidak baik-baik saja. Penjualan resto pizza dengan 615 gerai di Indonesia itu tengah merosot tajam, salah satunya imbas gerakan boikot yang ikut menyasar mereka.
Pizza Hut dituding memiliki afiliasi dengan Israel yang kini melancarkan agresi dan genosida di Gaza dan Tepi Barat, Palestina.
Seruan boikot produk yang diduga terafiliasi Israel mulai menggema sejak perang Israel-Palestina meletus pada awal Oktober 2023. Publik kemudian mengklasifikasikan merek-merek apa saja yang diduga terafiliasi Israel dengan merujuk pada gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS).
Gerakan BDS sudah terbentuk sejak 2005 oleh 170 serikat pekerja Palestina, kelompok pengungsi, organisasi perempuan, asosiasi profesional, komite perlawanan rakyat, dan masyarakat sipil Palestina lainnya.
Terinspirasi dari gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan, BDS menentang dukungan internasional terhadap penjajahan dan kolonialisme oleh Israel di Palestina. Melalui gerakannya, BDS berharap dunia bisa menekan Israel untuk mematuhi hukum internasional.
|
Daftar merek yang masuk daftar boikot BDS Palestina. |
Dalam lamannya, BDS mencantumkan 30 merek yang diduga terafiliasi Israel. Dalam daftar tersebut terdapat beberapa merek yang beroperasi di Indonesia, antara lain Hewlett-Packard, Puma, AXA, CAT, Volvo, Chevron, Domino’s Pizza, McDonald’s, Burger King, dan Pizza Hut.
Per 10 November, aksi boikot membesar usai Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang isinya di antaranya imbauan agar umat Islam menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel, serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menegaskan, dukungan untuk perjuangan kemerdekaan Palestina melawan agresi Israel hukumnya adalah wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan menggunakan produk-produk yang mendukung Israel hukumnya adalah haram.
“Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel, hukumnya haram,” tegas Niam saat menyampaikan hasil fatwa di kantor MUI, Jakarta, Jumat (10/11).
|
Sosialisasi Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina di Kantor Majelis Ulama Indonesia. |
Oleh sebab itu, ujar Niam, umat Islam di Indonesia harus semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk Israel atau yang terafiliasi dengan Israel.
“Kita tidak boleh mendukung pihak yang memerangi Palestina, termasuk penggunaan produk yang hasilnya secara nyata menyokong tindakan pembunuhan warga Palestina,” ucap Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu.
Beberapa hari setelah keluarnya fatwa MUI itu, beredar daftar 121 produk yang disebut pro-Israel di media sosial. Daftar itu sebenarnya telah menyebar pada akhir Oktober, namun kembali muncul usai fatwa MUI.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menyatakan, pihaknya tidak pernah merilis daftar produk Israel dan afiliasinya yang harus diboikot. MUI juga tidak berhak mencabut produk-produk yang sudah tersertifikasi halal.
“MUI tidak berkompeten untuk merilis produk Israel, atau yang terafiliasi ke Israel. Dan yang kami haramkan bukan produknya, tapi aktivitas dukungannya,” ujar Miftahul.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, aksi boikot secara serampangan bisa berdampak buruk. Penjualan produk yang turun berpotensi berimbas ke pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai yang merupakan tenaga lokal Indonesia.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mencontohkan, perusahaan yang kerap dituding terafiliasi Israel adalah Unilever. Padahal, menurut Shinta, Unilever tidak memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Israel. Menurutnya, ia sudah memeriksa Unilever hingga ke perusahaan induknya.
“Kasihan konsumen yang tak mengerti. Mereka pikir ini produk-produk yang berkaitan dengan Israel atau men-support agresi Israel,” kata Shinta. Menurutnya, Apindo kini tengah meminta data dan informasi ke seluruh anggotanya terkait imbas aksi boikot yang salah sasaran ke produk-produk yang tidak pro-Israel.
Walau begitu, tudingan bahwa Unilever “mendukung” Israel bukan mendadak muncul. Pertengahan 2021, CEO Unilever Alan Jope pernah menyatakan, perusahaan multinasional asal Inggris itu berkomitmen penuh untuk berbisnis di Israel.
Ketika itu, anak usaha Unilever di Israel, es krim Ben & Jerry’s, sempat menghentikan penjualan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur dengan alasan tidak sesuai dengan nilai-nilai perusahaan. Namun, Unilever selaku induk usaha tetap ingin melanjutkan penjualan di Tepi Barat.
Alhasil, setahun kemudian, 2022, Ben & Jerry’s—dalam nama Ibrani dan Arab—kemudian dijual ke pemegang lisensi lokal, yakni American Quality Products (AQP) milik Avi Zinger yang telah memproduksi dan mendistribusikan Ben & Jerry’s di Israel dan Tepi Barat selama tiga dekade.
|
Es Krim Ben & Jerry's yang melayani konsumen Israel di Tepi Barat kini dikepas Unilever. |
Lebih Buruk dari COVID-19
Gerakan boikot yang membesar tanpa intervensi pemerintah mengakibatkan publik membuat target tersendiri terhadap perusahaan yang dituding terafiliasi Israel. Mayoritas perusahaan tersebut dilabel pro-Israel karena berasal dari Amerika Serikat. AS selama ini dikenal sebagai sekutu Israel yang mendukung agresi di Palestina.
kumparan menghubungi enam perusahaan yang dituding pro-Israel dan sebagian darinya masuk daftar gerakan BDS. Keenam perusahaan itu adalah Unilever, Pizza Hut, KFC, McDonald’s, Starbucks, dan Nestlé.
kumparan mengontak keenam sekretaris perusahaan itu melalui WhatsApp maupun email resmi. Namun dari keenamnya, hanya PT Sarimelati Kencana Tbk selaku pemegang lisensi Pizza Hut yang merespons dan bersedia memberikan penjelasan secara langsung.
Sebagai salah satu perusahaan yang dituding terafiliasi Israel, Pizza Hut merasakan dampak negatif aksi boikot. Sekretaris Perusahaan PT Sarimelati Kencana Tbk Kurniadi Sulistyomo menyatakan, penjualan mereka merosot dalam dua bulan terakhir di tengah perang Israel-Palestina yang sudah berlangsung sejak awal Oktober.
Kurniadi tak menyebut berapa persen penurunan penjualan selama 2 bulan itu. Namun yang pasti, kata dia, kondisinya lebih parah dibanding hantaman pandemi COVID-19 pada 2020. Di tahun itu, dalam laporan keuangannya, perusahaan merugi Rp 93,51 miliar.
“Ini adalah kondisi yang lebih sulit dari COVID-19. Pada saat COVID-19 kami masih mendapat pembelian yang lebih baik secara kuantitatif. Masalahnya ini (boikot -red) ibaratnya sudah antipati, asumsinya adalah kami Israel, padahal tidak, kami lokal. Semua direksi, komisaris, karyawan kami [jumlahnya] 13 ribu orang semuanya warga negara Indonesia,” jelas Kurniadi.
Sebelum diperparah aksi boikot, merujuk laporan tahunan, PT Sarimelati Kencana Tbk memang tengah mengalami tren negatif. Sepanjang 2022, perusahaan mengalami kerugian Rp 23,45 miliar.
Adapun hingga kuartal III (Juli-September 2023), Pizza Hut Indonesia masih merugi hampir Rp 39 miliar. Namun, tegas Kurniadi, kerugian tersebut hanya sampai 30 September. Sedangkan dampak aksi boikot baru tersaji pada laporan keuangan kuartal IV (Oktober-Desember 2023)
Tegaskan Pro-Palestina
Kurniadi menyatakan, sebagai perusahaan milik anak bangsa, secara nasionalisme PT Sarimelati Kencana Tbk berpihak pada Indonesia yang mendukung Palestina.
Keberpihakan pro Palestina tersebut, kata Kurniadi, dibuktikan dengan donasi Rp 1 miliar dari para karyawan, manajemen, serta korporasi untuk rakyat Palestina. Donasi tersebut diserahkan melalui Palang Merah Indonesia pada Jumat, 10 November. Penggalangan donasi itu, menurut Kurniadi, juga sesuai dengan salah satu rekomendasi fatwa MUI
“Ini merupakan bukti bahwa kami mengambil sikap bersimpati dan memihak kepada rakyat Palestina,” ucapnya.
Adapun sebagai perusahaan, Kurniadi menyatakan penggunaan merek dagang Pizza Hut yang berasal dari AS murni didasarkan pada kepentingan bisnis, bukan ideologis. Pembayaran royalti untuk penggunaan merek dagang tersebut juga tidak sampai 5% dari total pendapatan Rp 3,6 triliun. Sedangkan mayoritas atau 60% berdampak ke dalam negeri seperti gaji pegawai maupun pembelian bahan.
“Biaya expense (pengeluaran) kami 60% untuk bangsa sendiri, bayar gaji, bayar pajak ke pemerintah, bayar utilitas, dan membeli bahan-bahan dari para vendor lokal, itu sebagian besarnya. Ketika boikot berkepanjangan, itu semua akan berkurang jumlahnya,” kata Kurniadi.
Merah di Pasar Saham
Efek negatif boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang dituding pro Israel tersebut juga nampak di pasar saham. Kinerja saham 5 dari 6 perusahan yang melantai di Bursa Efek Indonesia memerah dalam 2 bulan terakhir.
Saham Pizza Hut di bawah PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) turun sekitar 6%. Harga per lembar saham terendah di angka Rp 398 pada 30 November dengan rata-rata kini Rp 414.
Sementara saham Unilever (UNVR) tercatat turun 2% selama 2 bulan tersebut. Penurunan terendah terjadi pada 15 November saat daftar 121 produk yang dituding terafiliasi Israel beredar di medsos. Ketika itu saham Unilever ada di angka Rp 3.410 per lembar saham. Kini rata-rata harga saham Unilever di angka Rp 3.655.
Dua hari usai sahamnya berada di titik terendah selama 2 bulan terakhir, pada 17 November, Unilever menyatakan kesedihan dan rasa prihatin atas konflik di Timur Tengah yang telah mengorbankan banyak warga sipil yang tidak bersalah. Namun dalam keterangan persnya itu, Unilever tidak menyebut Gaza atau Palestina,
"Doa kami selalu menyertai mereka yang terdampak di masa-masa yang luar biasa sulit ini," ujar Ira Noviarti, Presiden Direktur Unilever Indonesia melalui keterangan tertulis.
Unilever juga menyatakan telah memberi bantuan kemanusiaan ke Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional untuk membantu pihak-pihak yang terdampak krisis.
Perseroan menegaskan produk yang mereka hasilkan telah bersertifikasi halal. Adapun selama 90 tahun berkiprah di Indonesia, Unilever mengaku telah menciptakan 5 ribu lapangan kerja. Perusahaan berkomitmen terus melanjutkan bisnis di Indonesia.
Di tengah upaya menjaga kepercayaan konsumen dari boikot, Unilever justru mendapat pukulan bertubi. Empat direksinya mundur serempak tahun ini. Mereka adalah Ira Noviarti, serta tiga direktur Shiv Sahgal, Sandeep Kohli, dan Alper Kulak. Tiga nama pertama mundur di tengah aksi boikot pada 24 Oktober dan 23 November.
Tak hanya itu, Ira juga menjual seluruh saham UNVR yang dimilikinya senilai total Rp 3,17 miliar. Alasannya untuk biaya pendidikan anak. Direktur dan Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia, Nurdiana Darus, menyatakan mundurnya keempat pimpinan tersebut atas alasan pribadi dan diklaim tidak mengganggu operasional perusahaan.
“Masa transisi terkait dengan proses perubahan jajaran direksi perseroan akan dilakukan tanpa mempengaruhi kegiatan usaha perseroan,” kata Nurdiana dalam penjelasannya kepada BEI, 29 November.
|
Ira Noviarti, Presiden Direktur PT Unilever Indonesia |
Meski ada sentimen negatif di pasar saham 2 bulan terakhir, Unilever masih membukukan keuntungan Rp 4,1 triliun hingga September 2023.
Kinerja saham yang merah juga dialami KFC Indonesia di bawah PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST). Selama Oktober-November, saham FAST turun 7% dengan angka terendah Rp 730 per lembar saham pada 2 November. Kini rata-rata di angka Rp 766 per lembar saham.
Dalam penjelasannya ke BEI, KFC Indonesia mengakui efek boikot berdampak negatif terhadap menurunnya penjualan dan transaksi bisnis. Aksi boikot semakin memperparah kondisi keuangan perusaahaan yang sebelumnya telah mencatat kerugian Rp 152 miliar hingga September 2023. Akibatnya, KFC Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan penjualan dari 15% menjadi 10%
Demi mengembalikan kepercayaan konsumen dan menegaskan komitmen perusahaan, KFC Indonesia telah menyalurkan dana bantuan kemanusiaan Rp 1,5 miliar melalui PMI untuk rakyat Palestina pada 24 November.
“[KFC Indonesia] mengutuk segala tindak kekerasan dan berharap konflik yang terjadi dapat segera berakhir," ujar Komisaris FAST, Achmad Baiquni dalam keterangan tertulisnya.
Efek negatif boikot terhadap kinerja saham turut dialami PT Map Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) sebagai pemegang merek Starbucks di Indonesia. Dalam 2 bulan terakhir, saham mereka anjlok hingga 10% dengan nilai terendah Rp 1.800 per lembar saham pada 1 dan 20 November. Kini harga rata-ratanya di angka Rp 1.960 per lembar saham.
Dikait-kaitkan dengan Israel, Starbucks Indonesia menyatakan tidak mendukung tindakan yang mengandung kebencian dan kekerasan, serta sepenuhnya mendukung usaha perdamaian di dunia.
Starbucks pun menegaskan mantan pemimpin, presiden, dan CEO perusahaan.
Howard Schultz, tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel dan/atau Angkatan Darat Israel dengan cara apa pun.
Bahkan Starbucks mengaku sudah menutup toko di Israel sejak 2003.
“Kami memutuskan untuk membubarkan kemitraan kami di Israel pada tahun 2003 karena tantangan operasional yang kami alami di pasar tersebut,” tulis Starbucks dalam penjelasannya.
Meski kinerja saham turun dalam 2 bulan terakhir, namun dari kinerja keuangan hingga September 2023, MAPB sebagai pemegang merek Starbucks masih mencatat laba Rp 121 miliar.
Terpukulnya kinerja di pasar saham juga dialami Nestlé melalui emiten produsen air mineral Nestlé Pure Life, PT Akasha Wira Internasional Tbk (ADES).
Saham ADES turun 7% dalam 2 bulan terakhir dengan nilai terendah Rp 8.725 per lembar saham pada 15 November. Sedangkan rata-rata harga saham ADES di angka Rp 10.090.
Sejauh ini Nestlé Indonesia belum menyampaikan tanggapan apapun terkait dampak aksi boikot maupun tudingan terafiliasi dengan Israel. Namun pada akhir Oktober, Nestlé melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 126 pekerja di pabrik Kejayan, Pasuruan, Jatim. Pabrik tersebut mengolah produk Dancow dan Bear Brand.
Meski dampak boikot terhadap penjualan McD Indonesia belum diketahui, namun tidak demikian di negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, Kuwait, hingga Maroko.
Di negara-negara itu, penjualan McD disebut anjlok hingga 70%.
Merembet ke Sektor Ritel
Ketua Kebijakan Publik Apindo.
Sutrisno Iwantono, menyatakan efek boikot sudah dirasakan hingga sektor ritel. Berdasarkan informasi yang dihimpun Apindo dari para peritel.
Termasuk Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), dampak boikot telah menurunkan angka penjualan hingga 30%.
Bahkan prediksi terburuk penurunan penjualan sektor ritel bisa mencapai 50%.
“Tentu ada percampuran akibat ekonomi tidak baik-baik amat selain juga masalah boikot,” kata Sutrisno pada kumparan di Jakarta, Kamis (30/11).
Ketum Aprindo Roy Mandey menyatakan dampak boikot sudah terasa dengan menurunnya penjualan hingga 20%, khususnya di produk kebutuhan harian.
Penurunan tersebut dinilai bisa membuat kinerja ritel yang ditargetkan tumbuh di atas 5% pada tahun ini tidak tercapai.
Adapun Sekjen Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI), Uswati Leman Sudi, memperkirakan pendapatan sektor ritel bisa tergerus lebih dari 50% apabila seruan aksi boikot berlangsung terus-menerus.
Menekan Israel dengan Boikot, Efektif?
Aksi boikot produk yang diduga terafiliasi Israel diharapkan bisa menekan Israel untuk menghentikan agresi militernya di Palestina. Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tegah dan Islam Universitas Indonesia (UI), Yon Machmudi, menilai aksi boikot bisa menutup saluran pendapatan Israel yang berasal dari luar negaranya. Dengan demikian, diharapkan jumlah serangan maupun pengiriman tentara semakin berkurang.
Adapun dari sisi Indonesia, Yon berpandangan aksi boikot justru bisa memberikan kesempatan kepada produk nasional untuk berkembang dan menjadi substitusi dari produk yang terkena boikot.
“Kalau terlalu banyak menggantungkan kepada produk-produk luar negeri kan tidak baik untuk ketahanan ekonomi. Maka ini juga bisa diartikan agar menahan diri mengonsumsi produk luar negeri yang berasosiasi kepada kejahatan kemanusiaan, dialihkan kepada produk-produk nasional,” jelas Yon pada kumparan di kampus UI, Depok, Jumat (1/12).
Berdasarkan laporan Al Jazeera pada 2018, gerakan BDS berpotensi merugikan Israel hingga USD 11,5 miliar per tahun. Jumlah itu berdasarkan laporan pemerintah Israel pada 2013 yang memperhitungkan skenario paling ekstrem berupa boikot besar-besaran oleh Uni Eropa terhadap produk-produk Israel dan penghentian investasi.(kumparan)