Mayoritas orang sepakat tikus adalah hewan menjijikkan karena identik dengan lingkungan kotor. Tak heran apabila banyak orang menjauhi hewan pengerat itu.
Namun, tidak dengan Walt Disney. Alih-alih menjauhinya Disney malah menyukai hewan berkaki empat itu.
Saat masih Sekolah Dasar (SD), dia hampir setiap hari melakukan kebiasaan yang dinilai aneh bagi sebagian orang. Jika anak sekolah pada umumnya membawa uang saku atau peralatan sekolah di kantung celananya, Disney malah tampil beda.
Dia malah membawa tikus peliharaannya. Disney memasukkan tikus itu ke kantong celana. Lalu, ketika sedang bosan belajar, dia mengeluarkan tikus itu untuk diajak bermain bersama.
Praktis, sikap seperti ini menjadi bahan ledekan. Teman-temannya kerap menertawainya tanpa henti. Meski begitu, Disney tak peduli ledekan itu dan tetap melakukan aktivitas serupa dari hari ke hari hingga tumbuh dewasa.
Saat dewasa, dia mulai meninggalkan kegemarannya itu karena sudah memasuki dunia kerja. Pada 1920 atau di usia 20 tahun, Disney bekerja di perusahaan periklanan dan animasi.
Sebagaimana dipaparkan Jeff Lenburg dalam Walt Disney: A Mouse That Roared (2011), pekerjaan itu dijalaninya sepenuh hati dan tak merasa terbebani. Sebab, dia sangat menyukai dunia animasi meski tak terlalu pintar menggambar.
Soal ini, Disney berpikir yang terpenting adalah imajinasi. Apabila ingin menuangkannya dalam bentuk gambar, dia bisa minta tolong orang lain untuk memperbagus rancangan.
Singkat cerita, di perusahaan itu Disney melahirkan karya pertamanya bernama Oswald the Lucky Rabbit (1927). Oswald bakal ditayangkan dalam bentuk film singkat dan kartun.
Animasi yang mengambil visual kelinci itu tak disangka sukses di pasaran. Masyarakat antusias dan terhibur. Alhasil, nama perusahaan dan bos Disney naik daun. Keduanya untung banyak.
Sadar kalau tak mendapat apa-apa selain gaji bulanan, Disney memutuskan resign. Dia kemudian membuat perusahaan sendiri.
Ia mulai menggambar secara sederhana apapun yang dipikirannya. Kali ini, dia dibantu oleh teman kerjanya Ub Iwerks, animator ulung yang terkenal di AS.
Iwerks lantas membuat sketsa animasi dari berbagai hewan, dari mulai gajah, kelinci, burung, dan sebagainya. Namun, Disney tidak merasa cocok.
Di kala kebingungan itu, dia lantas teringat masa-masa kecilnya. Memori pun mundur ke waktu Sekolah Dasar saat hidupnya masih sangat happy.
Dia ingat betul saat bermain bersama tikus peliharaan sembari ditertawakan teman-teman. Ketika ingatan itu muncul di benaknya, dia langsung punya ide menarik.
"Ah, gimana kalau tikus itu jadi bahan animasi ya?," pikirnya dalam hati.
Dia pun langsung mengambil secarik kertas, membuat sketsa, dan jadilah animasi tikus. Animasi itu kemudian diserahkan ke Iwerks untuk disempurnakan.
Setelah dicoret sana-sini, ditambahkan pernak-pernik agar semakin bagus. Jadilah animasi tikus yang kelak dinamai Mickey Mouse.
Penamaan Mickey Mouse adalah ide dari istri Disney. Awalnya, Disney hendak menamai animasi itu 'Mortimer'.
Namun, menurut Michael Barrier dalam The Animated Man: A Life of Walt Disney (2007), akibat terdengar kurang lucu, ceria dan riang, sang istri mengusulkan nama 'Mickey'.
Akibat butuh uang, Disney langsung menjajakan Mickey Mouse ke rumah produksi. Dia membuat skenario film dan kartun. Hingga akhirnya kartun itu sukses tayang di bioskop pada 1928. Seketika, film itu diminati masyarakat.
Seiring waktu, antusias pun semakin tinggi tatkala Disney menambahkan audio di film itu. Jadinya, kartun tersebut tidak cuma bergerak, tetapi bisa bersuara.
Dalam sekejap, film Mickey Mouse langsung meledak di pasaran. Nama Disney pun terkenal dan mendadak kaya raya.
Singkat cerita, keberhasilan ini membuat Disney semakin tajam daya kreativitasnya. Setelah Mickey Mouse, dia menciptakan Snow White, Pinocchio, Dumbo, Bambi, Cinderella, dan sebagainya.
Semua kartunnya berada di bawah Walt Disney Company. Sebagai pebisnis dia mencermati kalkulasi ekonomi dunia animasi supaya untung. Alhasil, dia tak cuma menyajikan kartun dan memperoleh lisensi saja, tetapi juga menjual souvenir dan mainan yang semuanya laris manis.
Dari sini kekayaannya pun meningkat. Begitu juga popularitasnya. Pada masa keemasannya di tahun 1937-1941, Walt Disney bolak-balik panggung Academy Award buat mengambil piala. Dia sukses menjadi raja animasi dunia yang tak terkalahkan.
Sayangnya, hidup Walt Disney harus berakhir di usia yang jauh dari rata-rata usia orang Amerika Serikat. Pada 15 Desember 1966 atau di usia 65 tahun, dia meninggal dunia.
Meski begitu, sepeninggalnya perusahaan dan kartun-kartunya masih terus diproduksi dan dinikmati orang di seluruh dunia. Begitu pula perusahaannya, Walt Disney Company yang masih eksis.
Pada 16 Oktober 2023, Walt Disney Company merayakan eksistensi 100 tahun. Perusahaan sukses menorehkan rekor sebagai perusahaan hiburan dan media terbesar di dunia. Menurut Statista, di Quarter 2 tahun 2023, perusahaan telah untung US$ 28,1 miliar atau Rp 344 Triliun.
Meski sudah berusia 1 abad dan berulangkali berganti kepemimpinan, siapapun pasti mengingat bahwa pencapaian itu adalah buah keringat Walt Disney yang gemar bermain bersama tikus di masa muda. [SB]