Keputusan Arab Saudi memperpanjang pemotongan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari (bpd) sepanjang 2023 menjadi salah satu berita terpopuler CNBC Indonesia di 2023. Keputusan Saudi ini kemudian membuat marah Amerika Serikat (AS).
Berikut pemberitaan terkait peristiwa tersebut.
Keputusan Pemangkasan Produksi
Pada Juni 2023, para menteri Arab Saudi minggu ini resmi mendukung perjanjian minyak yang dibentuk oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+. Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menekankan perlunya mempercayai OPEC+, yang dia gambarkan sebagai organisasi internasional paling efektif yang bekerja untuk memulihkan stabilitas pasar.
"Itu hanya kepekaan kami, jika Anda menyebutnya, bahwa lingkungan tidak cukup memungkinkan kepercayaan untuk berada di sana. Jadi mengambil tindakan pencegahan cenderung menempatkan Anda di sisi yang aman. Dan itu adalah bagian dari ritme khas yang telah kami pasang di OPEC, yaitu proaktif, pre-emptive," kata Pangeran Abdulaziz, seperti dikutip Arab News saat itu.
Arab Saudi mengatakan akan memperpanjang pemotongan sukarela sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir Desember 2024. Negara tersebut mengaku telah berkoordinasi dengan beberapa negara yang berpartisipasi dalam perjanjian OPEC+.
Kementerian energi Saudi juga mengumumkan pengurangan produksi minyak sukarela tambahan sebesar 1 juta barel per hari untuk Juli. Di mana pengurangan dapat diperpanjang lebih lanjut ke depannya.
Ini artinya produksi minyak Saudi menjadi 9 juta barel per hari. Lalu, total pemotongan sukarela menjadi 1,5 juta barel per hari pada Juli.
Pemangkasan Berlanjut
Pada Juli, Saudi mengumumkan memperpanjang pemotongan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari hingga Agustus 2023. Berdasarkan laporan Saudi Press Agency yang mengutip sumber resmi dari Kementerian Energi Arab Saudi, produksi minyak Kerajaan untuk Agustus 2023 akan menjadi sekitar 9 juta barel per hari.
Sumber tersebut juga mencatat bahwa pemotongan ini merupakan tambahan dari pemotongan sukarela yang sebelumnya diumumkan oleh Kerajaan pada April 2023, akan diperpanjang hingga akhir Desember 2024. Sumber itu menegaskan bahwa pemotongan sukarela tambahan ini dilakukan untuk memperkuat upaya pencegahan yang dilakukan oleh negara-negara OPEC+ dengan tujuan mendukung stabilitas dan keseimbangan pasar minyak.
Bikin Amerika Meradang
Keputusan Arab Saudi ini tentu membuat AS meradang. Negeri Paman Sam AS) menyalahkan OPEC+ dan Arab Saudi atas naiknya harga energi minyak dan bahan bakar minyak (BBM).
Dilansir CNBC International, Departemen Energi AS meningkatkan perkiraan mereka untuk harga minyak dan bensin Amerika tahun depan. Langkah baru Arab Saudi dan OPEC+ untuk menahan pasokan minyak menjadi penyebab.
Energy Information Administration (EIA) AS meredupkan estimasi produksi minyak global hingga 2024 karena keputusan Arab Saudi. Mengutip pemotongan pasokan itu, EIA mengatakan pihaknya menyebut ada beberapa tekanan ke atas pada harga minyak, terutama pada akhir 2023 dan awal 2024.
Dampak jangka pendek akan sederhana, menurut analisis, dengan perkiraan harga minyak AS dan Brent naik sekitar 2% untuk sisa tahun ini, dibandingkan dengan perkiraan Mei. Untuk bensin, EIA sekarang melihat harga eceran rata-rata US$ 3,41 per galon selama kuartal ketiga, naik 2,7% dari perkiraan Mei.
Namun dampak yang lebih besar akan terasa pada 2024. EIA menaikkan perkiraan harga minyak AS sebesar 11,4% untuk kuartal kedua tahun depan dan 14,5% untuk kuartal ketiga.
Harga minyak sekarang diperkirakan rata-rata US$ 80 per barel pada kuartal keempat tahun depan, naik 19,4% dari perkiraan EIA sebelumnya. Angka ini akan menaikkan harga untuk konsumen, relatif terhadap harga sebelum langkah terbaru OPEC.
EIA juga mengatakan harga bensin eceran sekarang diperkirakan rata-rata US$ 3,38 per galon pada kuartal ketiga tahun depan dan US$ 3,21 per galon untuk kuartal keempat, masing-masing naik 7,3% dan 10,2%. Namun, harga gas diperkirakan akan tetap jauh lebih rendah daripada musim panas lalu, ketika rata-rata nasional untuk gas reguler melonjak di atas US$ 5 per galon untuk pertama kalinya.