Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Demi Meredam Konflik Berdarah, Presiden Ini Memutuskan Mundur

Desember 24, 2023 Last Updated 2023-12-23T22:04:17Z



Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour Hadi pada Kamis (7/4/2022) memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini dilakukannya untuk memuluskan perundingan perang dengan kelompok pemberontak Houthi.

Dalam sebuah pernyataan, Hadi yang saat ini berada di pengasingan mengatakan bahwa ia akan menyerahkan seluruh kekuasaannya kepada Dewan Kepemimpinan Presiden.


"Dewan yang baru dibentuk akan menjalankan pemerintahan yang diakui secara internasional dan memimpin negosiasi dengan Houthi yang didukung Iran," menurut sebuah pernyataan yang disiarkan di media yang dikelola pemerintah seperti dikutip Associated Press.


Hadi juga menambahkan langkah ini dimaksudkan untuk menyatukan kubu anti-Houthi setelah bertahun-tahun pertikaian dan perselisihan.


"Dengan pernyataan ini dibentuk Dewan Pimpinan Presiden untuk menyelesaikan pelaksanaan tugas masa transisi. Saya secara permanen mendelegasikan kepada Dewan Kepemimpinan Presiden kekuatan penuh saya," tambah Hadi.


Langkah Hadi ini sendiri mendapatkan sambutan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Dua negara yang aktif dalam konflik Yaman itu bahkan menjanjikan bantuan sebesar US$ 3 miliar terhadap Sanaa.


Meski begitu, di sisi lain, belum ada pernyataan yang dibuat oleh kelompok Houthi terkait pengunduran diri Hadi ini.


Hadi diangkat sebagai presiden Yaman pada tahun 2012 dengan misi untuk mengawasi transisi demokrasi setelah pemberontakan Musim Semi Arab yang mengakhiri pemerintahan lama Presiden Ali Abdullah Saleh.


Namun, Houthi, sebuah gerakan keagamaan yang berubah menjadi milisi pemberontak, bersekutu dengan Saleh dan merebut ibu kota Sanaa pada 2014. Dengan dukungan Iran terhadap kelompok ini, Houthi berhasil memaksa Hadi untuk mengasingkan diri.


Beberapa bulan kemudian, Arab Saudi membentuk koalisi militer dan memasuki perang untuk mencoba mengembalikan pemerintahan Hadi ke tampuk kekuasaan.


Sejauh ini, konflik yang telah menjadi perang proksi regional ini telah menewaskan lebih dari 150.000 orang, termasuk lebih dari 14.500 warga sipil. Ini juga telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. [SB]

×