Jaringan kedai kopi populer asal Amerika Serikat (AS), Starbucks, dan merek pakaian siap pakai asal Swedia, H&M, telah mengumumkan keputusan mereka untuk menghentikan operasinya di Maroko pada Desember 2023. Ini disebabkan gelombang boikot kedua produk yang dianggap dekat dengan Israel itu.
Laporan mengatakan bahwa anak perusahaan Maroko dari raksasa waralaba Kuwait, Alshaya Morocco, yang memiliki hak waralaba H&M dan Starbucks, sedang bergulat dengan dampak boikot komersial luas yang diprakarsai oleh warga Maroko.
"Menurut informasi yang dapat dipercaya, dua merek besar global, terutama merek pakaian siap pakai asal Swedia, H&M dan jaringan kopi bergengsi Amerika, Starbucks, akan meninggalkan Maroko mulai 15 Desember," tulis media Maroko dikutip The New Arab, Senin (4/12/2023).
Pengumuman tersebut dilaporkan telah menciptakan suasana "kecemasan dalam lingkaran ekonomi di Casablanca," karena kedua merek tersebut mempekerjakan ratusan warga Maroko.
Berbicara kepada beberapa karyawan di toko-toko perusahaan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui laporan yang dituduhkan tersebut, namun mereka sadar bahwa toko-toko tersebut sedang mengalami kesulitan keuangan karena kurangnya permintaan.
"Ini akan menjadi bencana, kami memiliki lebih dari 100 karyawan. Ke mana kami akan pergi setelahnya? Mudah-mudahan laporan itu tidak benar," kata seorang pekerja di toko Starbucks di Maroko.
Setelah serangan militer Israel di Jalur Gaza, kampanye boikot yang meluas telah berdampak buruk pada berbagai merek Barat di negara-negara Arab, dengan dampak yang signifikan terlihat di Mesir, Yordania, Kuwait, dan Maroko.
Raksasa makanan cepat saji seperti McDonald's, Starbucks, dan KFC telah menyaksikan penurunan jumlah pelanggan yang signifikan, yang mencerminkan kemarahan dan kecaman yang meluas atas perang berdarah Israel melawan Palestina.
Boikot tersebut, yang sebagian besar dipicu oleh seruan di media sosial, telah meluas hingga mencakup puluhan perusahaan dan produk yang memaksa konsumen untuk memilih alternatif lokal. Merek-merek ini dicurigai memberikan dukungan finansial kepada Israel di tengah agresinya terhadap Gaza dan Tepi Barat.
Meski begitu, mayoritas perusahaan itu menolak untuk menyatakan dirinya memiliki hubungan dengan Israel. McDonald's, misalnya, telah membela diri terhadap apa yang mereka sebut sebagai "informasi yang salah" dan rumor. Namun, boikot terus mendapatkan momentum karena cabang mereka dilaporkan hampir kosong.[SB]