Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang berakhir dua dekade yang lalu, kini telah memberikan pengaruh pada apa yang dikenal dengan "Perang Teknologi."
Dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC), saat ini terlibat dalam persaingan sengit untuk saling mengungguli satu sama lain dalam inovasi teknologi.
"Sekarang dunia tergiring pada perang teknologi yang melibatkan dua negara itu. Mereka sedang berlomba untuk saling mengungguli satu sama lainnya dalam inovasi teknologi bahkan di antara mereka sudah terjadi aksi saling memboikot," ucap Dr. Indrawan Nugroho dalam kanal YouTubenya, Selasa (17/10/2023).
Melihat persaingan teknologi ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dengan tindakan gegap gempita, termasuk tindakan saling memboikot. Lalu siapa di antara mereka yang paling unggul dalam apa yang sering disebut sebagai Tech War? Mari simak penjelasan berikut ini!
Perlombaan teknologi ini dikenal sebagai "Perang Teknologi" karena keduanya berlomba untuk saling mendominasi di sejumlah sektor, seperti kecerdasan buatan, keamanan siber, dan infrastruktur digital.
Hal itu pun yang memicu ketegangan yang sama seperti dalam perang dingin yang mencekam. Hanya saja yang membedakan perang ini disebut dengan perang untuk saling mengungguli di bidang teknologi.
"Sementara kita memasuki masa depan bisnis teknologi yang semakin maju, sikap dan strategi yang diambil oleh masyarakat global akan menjadi faktor penting. Perlombaan teknologi ini menciptakan peluang besar, tetapi juga tantangan besar yang harus diatasi dengan bijak dan kolektif," terang Indrawan.
Lebih lanjut, di Asia Timur, perlahan tapi pasti, RRC bangkit membangun kekuatan baru. Tiongkok mulai bangkit pada akhir tahun 1970-an, ketika Presiden Deng Xiaoping menerapkan ekonomi yang lebih liberal.
"Meskipun negara ini tetap komunis dan menyadari bahwa untuk bisa maju, Tiongkok harus belajar dan beradaptasi dengan nilai-nilai serta inovasi teknologi barat," tutur Indrawan.
Kebangkitan ini dimulai dari pembangunan berbagai infrastruktur dalam skala besar. China membangun jaringan transportasi darat, termasuk kereta api, membangun bandara, pelabuhan dan pabrik.
Dari situlah industri manufaktur China bertumbuh, dan menjadi pabrik dunia. "Kita menyaksikan terbukanya jutaan lapangan kerja dan urbanisasi yang mengubah wajah-wajah kota di Tiongkok," imbuh Indrawan.
Indrawan juga menyebut terlepas dari hal tersebut, mengetahui dunia yang semakin terhubung, kolaborasi internasional dalam menghadapi perkembangan teknologi adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam era teknologi yang baru.[SB]