Hari ini rakyat kembali dipertontonkan opera oligarki di dunia perpolitikan Indonesia. Gibran Rakabuming Raka dinilai telah melindungi terduga korupsi pesawat bekas Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto dengan pernyataan “tenang Pak Prabowo, saya ada di sini”.
Pada konferensi pers sebelumnya, Ketua Umum DPP National Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna menyampaikan adanya kejanggalan dan keanehan yang mendasar terhadap keputusan MK 90/PUU-XXI/2023 pada Senin (16/10).
“Kami di DPP NCW melihat MK makin ugal-ugalan, keluar dari esensinya yang semestinya menjalankan check and balances pada kekuasaan pembuat undang-undang (eksekutif dan legislatif),” ujar Hanif kepada media, Rabu (25/10).
Kekhawatiran akan ketidaknetralan dari oknum Ketua MK, membuat publik meragukan lembaga penegakan konstitusi ini tidak bisa dipercaya jika terjadi perselisihan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada tahun depan 2024.
“Jika lembaga sebesar MK bisa dikooptasi dan dikonsolidasikan oleh oknum penguasa, kemana lagi rakyat akan mengadu jika hak konstitusi mereka diganggu oleh undang-undang dan peraturan yang dibuat penguasa?” lanjut Hanif mempertanyakan.
Sambung dia, rakyat dipertontonkan kebobrokan nafsu syahwat oligarki di lingkungan Istana Negara atas dugaan pengaturan keputusan di MK yang memberikan karpet merah untuk putra mahkota agar bisa maju menjadi bacawapres tergelar dengan sempurna meskipun beraroma ‘suap, kolusi dan nepotisme’.
“Pas sebulan yang lalu (25/09/23) sebelum keputusan kontroversial MK terkait syarat Bacapres dan Bacawapres, Kaesang Pangarep putra ketiga Presiden Jokowi, menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), kami duga keras ini adalah bentuk ‘gratifikasi’ berupa privilege (kemudahan) karena ada kuasa relasi sebagai anak Presiden Jokowi. Apa iya seperti ini demokrasi dan suksesi dalam perpolitikan yang sehat yang dibangun pasca reformasi di Indonesia,” tegasnya.
Menurut dia, inkonsistensi hakim MK, pengerdilan dan kriminalisasi pimpinan KPK, pembiaran para menteri-menteri terduga korupsi tetap menjabat, memperlihatkan bahwa Presiden Jokowi saat ini diduga sedang membentuk “Rezim Orde Oligarki” guna melindungi ‘dosa-dosa politik dan ekonomi’ selama dua periode kekuasaannya.
“Kemana hati nurani dan suara para tokoh-tokoh bangsa, para aktivis dan mahasiswa saat ini? Kebobrokan nafsu syahwat rezim penguasa saat ini dipertontonkan dengan pembiaran KKN dimana-mana, kenapa tidak ada aksi dan perlawanan yang berarti? Masalah bangsa ini tidak akan selesai hanya dengan berbisik-bisik di kedai kopi dan diskusi di TV tanpa ada eksekusi,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, NCW menilai Menhan RI Prabowo Subianto diduga keras melakukan korupsi impor pesawat bekas. Selain itu, Prabowo juga diduga telah merugikan negara Rp6 triliun atas gagalnya program lumbung pangan nasional (LPN).
“Menurut kami (Prabowo) sangat tidak pantas mencalonkan diri sebagai Capres 2024-2029, apalagi melanjutkan kepemimpinan negara sebesar Indonesia ini,” terangnya.
“Kami khawatir akan banyak dugaan korupsi karena dibolehkannya ‘program coba-coba dan gagal’, diizinkan impor peralatan tempur bekas, penguasaan bisnis oleh oligarki yang berjuang demi pundi-pundi pribadi, maka kita tinggal menunggu kemiskinan akan menjadi-jadi. Jika ini terjadi, maka peradilan rakyat akan menjadi puncak perlawanan nantinya kepada ‘rezim dinasti oligarki’ ini,” pungkas Hanif.[SB]