Tepat hari ini, tiga tahun silam pada Sabtu, 17 Oktober 2020, mantan terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal. Pada 2012 lalu, musisi Raymond Latuihamallo alias Ongen yang juga saksi kunci kasus ini, juga meninggal dunia.
Pollycarpus dihukum 14 tahun penjara di tingkat Peninjauan Kembali karena terbukti membunuh Munir. Pembunuhan dilakukan dengan racun ketika Munir dalam perjalanan terbang ke Belanda untuk melanjutkan studi di Universitas Utrecht pada September 2004. Sementara Ongen adalah saksi pertemuan Pollycarpus dan Munir di The Coffee Bean & Tea Leaf Bandara Changi, Singapura.
Pollycarpus meninggal karena Covid-19. Menurut mantan pengacaranya, Wirawan Adnan, dia sempat dirawat di rumah sakit. Setelah 16 hari berjuang, Pollycarpus menghembuskan nafas terakhir. Sedangkan Ongen meninggal karena serangan jantung. Sebelum meninggal, Ongen sempat mengalami kejang-kejang saat mengendarai mobilnya di Jalan Panglima Polim,
Dinukil dari Koran Tempo, terbitan Kamis, 3 Mei 2012, Ongen meninggal di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Mei 2012. Dia menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 17.30 dan langsung dibawa ke rumah duka Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Darat Gatot Subroto. Putri sulung Ongen, Inri Milasi Latuihamallo, kepada Tempo menceritakan ayahnya tak memiliki riwayat penyakit jantung.
“Papa tidak ada sejarah serangan jantung,” kata Inri. “Tapi usia kan siapa yang tahu.”
Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), Khoirul Anam meminta polisi melindungi saksi-saksi kasus pembunuhan Munir, salah satunya mantan personel BIN, Budi Santoso. Mereka curiga meninggalnya saksi kunci kasus pembunuhan Munir, Ongen merupakan upaya suatu pihak untuk melemahkan kasus Munir.
“Ada pelemahan sumber-sumber informasi penting,” kata Khoirul.
Meninggalnya Ongen karena serangan jantung juga menimbulkan pertanyaan bagi Khoirul. Sebab, saksi kasus Munir lainnya, Bijah Subiyakto, mantan Deputi VII Badan Intelejen Negara (BIN), juga meninggal karena penyakit sejenis. Berkaca dari meninggalnya Ongen dan Bijah, Khoirul meminta kepolisian untuk menjaga ketat saksi lain dalam kasus Munir.
Pasca meninggal Pollycarpus, Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar juga menilai penyebab meninggalnya mantan terpidana kasus pembunuhan Munir itu penting diketahui. Karena, kata dia, Polly merupakan saksi terakhir pembunuhan Munir yang masih hidup. Menurut Haris, penting untuk diselidiki apakah sebelum meninggal Pollycarpus mendapatkan semacam intimidasi atau percobaan serangan.
“Penting untuk diselidiki, apa penyebab dan bagaimana Pollycarpus meninggal,” kata Haris saat dihubungi, Ahad, 18 Oktober 2020.
Selain Pollycarpus, Bijah Subiyakto, dan Ongen, Majalah Tempo edisi 8 Desember 2014 menulis bahwa pendeta yang kerap menemani Ongen saat diperiksa polisi juga meninggal. Pendeta yang hanya diketahui namanya sebagai Tengkudun itu diperkirakan mengetahui peran Ongen. Pada 2007, tatkala Ongen ditahan untuk dimintai keterangan, Tengkudun kerap menemani dia berdoa.
Setelah ditahan 14 tahun mantan terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto bebas murni pada Agustus 2018. TEMPO
Profil Pollycarpus Budihari Priyanto
Pollycarpus, dari namanya, orang tak menduga ia adalah peranakan Jawa. “Pollycarpus itu nama pemberian orang Belanda,” kata Polly. Nama pemberian ayahnya adalah Budihari Priyanto. Sang ayah, Budi Santoso, merupakan seorang paranormal dan ahli pengobatan alternatif yang tinggal di Ungaran, Jawa Tengah. Menurut saudara-saudaranya di Ungaran, Polly besar di Papua. Nama baptis itu ia dapat di sana.
“Saya sempat dua-tiga tahun menjadi pilot untuk misi (gereja). Terbang sendiri bawa orang sakit atau sayuran,” Polly berkisah, bersama Hera, istrinya.
Setelah menjadi penerbang misi di Papua, Polly memutuskan bergabung di Garuda Indonesia. Dari menerbangkan Fokker 28, ia naik kelas dengan menerbangkan Boeing 737 dan beberapa tahun terakhir sebelum berkasus ia menjadi kapten pilot untuk Airbus 330. Ia menjadi penerbang misi di Papua pada 1985-1987, ketika wilayah itu belum sepenuhnya stabil. Polly juga hadir di Timor Timur ketika provinsi itu bergolak pada 1999.
“Saya ikut menerbangkan pesawat dalam evakuasi warga Indonesia di sana.”
Polly, menurut saksi mata, berbincang-bincang dengan Munir di Bandar Udara Changi, Singapura, saat pesawat yang mereka tumpangi transit. Di area transit Bandara Changi, Pollycarpus bersama Ongen Latuihamallo duduk bersama Munir di Coffee Bean. Seorang saksi melihat mereka makan sesuatu.
Dari situlah, Polly kemudian terbukti terlibat dalam pembunuhan pegiat Hak Asasi Manusia ini. Ia mendapat hukuman 20 tahun pada 25 Januari 2008. Putusan peninjauan kembali memvonis Pollycarpus 20 tahun penjara karena terbukti membunuh Munir. Polly bebas dari penjara pada Agustus 2018. Dua tahun menghirup udara segar, dia meninggal karena Covid-19.
Profil Raymond Latuihamallo
Mendiang Raymond J.J. Latuihamallo alias Ongen Latuihamallo, merupakan salah satu saksi kunci kasus pembunuhan Munir. Dia dikenal sebagai musikus. Ia beberapa kali terlibat dalam proyek album mendiang Glenn Fredly. Glenn mengatakan Ongen yang awalnya menyuruhnya ikut festival musik Cipta Pesona Bintang. “Dia yang menceburkan saya. Kalau tidak, saya sudah sekolah ke luar negeri,” kata Glenn di Jakarta, Kamis, 3 Mei 2012 silam.
Ongen merantau ke Ibu Kota sejak awal 1980-an. Pria kelahiran Maluku, 30 September 1975, ini aktif mencipta lagu. Beberapa lagu hit Gleen adalah ciptaan Ongen. “Lagu Pantai Cinta karya beliau,” kata Glenn. Selain itu, salah satu lagu hit Glenn berjudul Terpesona adalah hasil ciptaan mereka berdua. Ongen sering diminta mengisi acara musik warga Maluku di Belanda.
“Orangnya ramah dan mudah bergaul,” kata seorang warga Maluku di Belanda, seperti dikutip majalah Tempo, edisi 11 Juni 2007.
Selain pembawaannya yang menyenangkan, Ongen juga dikenal trendi. “Rambutnya selalu rapi, tak pernah berantakan,” kata sumber itu. Untuk menjaga agar rambutnya tetap rapi, ia selalu menarik kacamata ke atas kepalanya, menjadikannya bando. “Dia sangat menjaga penampilan,” kata kawan Ongen yang lain. “Bicaranya pelan, lembut, tidak seperti orang Maluku.”
Ongen Latuihamallosudah menghasilkan belasan album lagu rohani dan lagu Maluku. Selain itu, pria asal Desa Porto, Saparua, ini juga pernah merilis cakram video. Selain bergelut di dunia tarik suara, Ongen juga sering mengisi acara kesenian di gereja. Ongen meninggal pada 2012. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto sebelum dimakamkan Jumat, 5 Mei 2012, di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Indri, anak sulung Raymond, menyatakan legowo atas meninggalnya sang ayah dengan gejala kejang seperti terkena serangan jantung. "Padahal di keluarga ayah, tak ada sejarah serangan jantung," katanya saat ditemui di rumah duka saat itu.[SB]