Velox Cup
Pengamat
komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengamati,
ada beberapa faktor PKS dan PPP kecil kemungkinan dalam satu perahu dengan
Demokrat.
"Peluang
Partai Demokrat membentuk poros baru bersama PPP dan PKS tampaknya relatif
kecil. Ada dua penyebabnya," ujar Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik
RMOL, Selasa (5/9).
Dia mengurai,
PPP sebagai partai politik (parpol) yang lolos parlemen kini sudah berada di
koalisi PDI Perjuangan dan nampak tak bisa keluar.
"Sebab,
PPP masih menjadi bagian dari koalisi pemerintah. Karena itu, PPP tampaknya
belum siap membentuk poros baru bersama Partai Demokrat dan PKS yang dipersepsi
sebagai partai oposisi," tuturnya.
Sementara
dengan PKS, Demokrat tetap berseberangan. Karena, Parpol yang dipimpin oleh
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah menarik dukungan terhadap bakal calon
presiden (Bacapres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan.
"PKS
tampaknya akan tetap bertahan mengusung Anies Baswedan. Hal itu dipertegas oleh
petinggi PKS yang akan setia bersama Anies," ucapnya.
"Jadi
dilihat dari dua hal tersebut, tampaknya sulit bagi Partai Demokrat membentuk
poros baru bersama PPP dan PKS," sambung Jamiluddin.
Meski begitu,
mantan dekan FIKOM IISIP Jakarta itu menilai Demokrat berpeluang besar
berkoalisi dengan Partai Golkar meski kini sudah bersama Koalisi Indonesia Maju
(KIM) yang mengusung Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
"Potensi
Partai Demokrat membentuk poros baru lebih terbuka dengan Golkar. Dua partai
ini sudah terbukti solid berkoalisi di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menjadi presiden," ucapnya.
"Demokrat
dan Golkar juga memenuhi PT untuk mengusung pasangan Capres dan Cawapres.
Karena itu, dua partai ini cukup membuat koalisi baru di luar koalisi yang
sudah ada," demikian Jamiluddin menambahkan.[SB]