Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Pakar Pecahkan Misteri 160 Tahun Soal Garis yang Membagi RI Jadi Dua

September 10, 2023 Last Updated 2023-09-10T14:08:41Z


 

Para peneliti berhasil mengungkap teka-teki mengenai garis imajiner yang membelah wilayah Indonesia atau dikenal dengan Garis Wallace setelah menjadi misteri selama 160 tahun.

Garis Wallace merupakan garis evolusi distribusi spesies hewan yang pertama kali dipetakan oleh naturalis dan penjelajah asal Inggris, Alfred Russel Wallace pada tahun 1863.


Dalam perjalanannya melintasi Kepulauan Melayu, ke lebih dari 25 ribu pulau antara Asia Tenggara dan Australia - mencakup negara-negara modern seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, dan Singapura - Wallace menemukan spesies yang berubah drastis melewati titik tertentu.



Titik ini kemudian menjadi batas Garis Wallace. Pada sisi garis Asia, sebagian besar spesies satwanya eksklusif berasal dari Asia. Namun di sisi perbatasan Australia, satwanya adalah campuran keturunan Asia dan Australia.


Selama lebih dari satu abad, distribusi asimetris spesies di seluruh Garis Wallace membuat bingung para ahli ekologi.


Sesuatu hal memungkinkan spesies Asia bergerak ke satu arah, namun mencegah spesies Australia bergerak ke arah sebaliknya, dan tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini saat itu.


Dikutip dari Live Science, para peneliti sekarang mengerti distribusi spesies yang tidak merata melintasi Garis Wallace disebabkan perubahan iklim ekstrem akibat aktivitas tektonik sekitar 35 juta tahun yang lalu.


Yakni, ketika Australia memisahkan diri dari Antartika dan menabrak Asia, melahirkan Kepulauan Melayu.


Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan 6 Juli di jurnal Science, para peneliti menggunakan model komputer untuk mensimulasikan bagaimana hewan dipengaruhi efek iklim yang dipicu oleh tumbukan benua.


Model memperhitungkan kemampuan penyebaran, preferensi ekologis, dan keterkaitan evolusi lebih dari 20 ribu spesies yang ditemukan di kedua sisi Garis Wallace. Hasil menunjukkan spesies Asia jauh lebih cocok untuk hidup di Kepulauan Melayu pada saat itu.


Efek pergeseran lempeng dan iklim


Alex Skeels, Ahli biologi evolusi di Universitas Nasional Australia (ANU) sekaligus pemimpin penelitian ini mengungkapkan distribusi spesies satwa yang tidak merata di kedua sisi garis Wallace ini salah satunya disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik purba yang terjadi 45 juta tahun lalu.


"Sekitar 35 juta tahun lalu, Australia terletak lebih jauh ke selatan dan terhubung dengan Antartika," kata Skeels, mengutip laman resmi ANU.


Pergeseran lempeng tektonik itu hanya salah satu bagian teka-teki dalam menjelaskan migrasi spesies Asia ke Australia.


Ketika Australia memisahkan diri dari Antartika, terjadi pergeseran klimaks yang menyebabkan tren pendinginan global dan pengeringan benua, yang menyebabkan peristiwa kepunahan massal di seluruh dunia.


"Ketika Australia menjauh dari Antartika, itu membuka area lautan dalam yang mengelilingi Antartika yang sekarang menjadi tempat Arus Sirkumpolar Antartika (ACC)," ujar Skeels.


"Hal ini secara dramatis mengubah iklim bumi secara keseluruhan, membuat iklim jauh lebih sejuk." tambahnya.


Model baru ini mengungkapkan perubahan iklim tidak mempengaruhi semua spesies secara merata. Iklim di Asia Tenggara dan Kepulauan Melayu yang baru terbentuk tetap jauh lebih hangat dan lebih basah daripada di Australia, yang menjadi dingin dan kering.


Akibatnya, spesies satwa di Asia beradaptasi dengan baik untuk hidup di Kepulauan Melayu dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk bergerak menuju Australia, kata Skeels. Tapi "tidak demikian halnya dengan spesies Australia," tambahnya.


INFOGRAFIS: Polusi Udara Perpendek Umur

"Mereka berevolusi dalam iklim yang lebih dingin dan semakin kering dari waktu ke waktu dan oleh karena itu kurang berhasil mendapatkan pijakan di pulau-pulau tropis dibandingkan dengan makhluk yang bermigrasi dari Asia."


Para peneliti berharap model mereka dapat digunakan untuk meramalkan bagaimana perubahan iklim di zaman modern akan berdampak pada spesies yang hidup.


"[Model ini] dapat membantu kami memprediksi spesies mana yang lebih ahli dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, karena perubahan iklim Bumi terus mempengaruhi pola keanekaragaman hayati global," kata Skeels.[SB]

×