Di saat semua negara diklaim takut, Presiden Joko Widodo meminta tidak perlu khawatir dengan mesin cerdas alias kecerdasan buatan (AI).
"Jangan takut dengan mesin cerdas, dengan AI, karena kemarin waktu di G20 waktu di ASEAN Summit, semuanya berbicara mengenai AI. Takut sekali semua negara mengenai AI," ungkap dia, saat berpidato di acara Dies Natalis Institut Pertanian Bogor (IPB), Jumat (15/9).
Jokowi menceritakan kekhawatiran terhadap AI itu berkenaan dengan masih absennya aturan main mengenai teknologi itu. Di sisi lain, pengembangan AI terus berakselerasi.
"Artinya memang ya kita harus mengantisipasi dan bersiap diri," tuturnya.
Dia menilai AI tak akan mengalahkan manusia karena "mesin cuma punya chip, tapi manusia punya hati, punya rasa," katanya.
Mantan Wali Kota Solo ini pun berharap IPB bisa menghasilkan insan unggul yang kompeten di bidang akademik maupun non-akademik.
AI menjadi arus utama terutama sejak perilisan ChatGPT oleh OpenAI pada 2022. Sejauh ini, berbagai perusahaan teknologi mengekor dalam tren AI untuk memperkuat layanannya. Termasuk, raksasa AS Google lewat Bard.
Tak ketinggalan, China meluncurkan platform kecerdasan buatan (AI) bernama ERNIE Bot. Platform AI ini dikembangkan raksasa teknologi China Baidu yang bekerja sama dengan SenseTime.
Bot ini hadir bersama dengan serangkaian fitur bagi masyarakat umum untuk merasakan fitur AI generatif baru di empat kategori, yakni pemahaman, generasi, penalaran, dan memori.
ERNIE Bot berfungsi serupa dengan platform generatif lainnya seperti ChatGPT, dan bergantung pada sejumlah besar data yang dikumpulkan melalui interaksi publik.
Kerisauan sejak lama
Terlepas dari itu, sejumlah pakar mengaku risau AI akan menggantikan banyak pekerjaan manusia.
"Menggunakan data terkait pekerjaan di AS dan Eropa, kami menemukan bahwa dua pertiga pekerjaan saat ini akan terekspos oleh automatisasi dan AI generatif bisa menggantikan seperempat pekerjaan yang ada saat ini," menurut laporan Goldman Sachs yang berjudul The Potentially Large Effects of Artificial Intelligence on Economic Growth.
"Mengekstrapolasi estimasi kami secara global, kami menilai AI generatif dapat berdampak setara 300 juta pekerjaan penuh waktu," lanjut keterangan itu.
Ada pula surat terbuka sejumlah tokoh teknologi dunia, termasuk Elon Musk, yang mendesak jeda penelitian pada sistem AI yang "lebih kuat dari GPT-4," model bahasa terkini ChatGPT.
Surat yang diterbitkan di Future of Life Institute juga meminta penerapan seperangkat protokol bersama untuk alat AI yang aman.
Pada Mei, para CEO dan ilmuwan melontarkan pernyataan senada pada surat terbuka 'Statement on AI Risk' yang digagas oleh organisasi nirlaba Center for AI Safety yang berbasis di San Francisco, AS.
Pendandatangannya mencapai lebih dari 100 tokoh yang merupakan ilmuwan, termasuk Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio yang memenangkan Turing Award 2018 atas karya mereka di bidang kecerdasan buatan.
Selain itu, ada pula para pimpinan perusahaan teknologi, termasuk CEO Google DeepMind Demis Hassabis dan CEO OpenAI yang merupakan pemilik ChatGPT, Sam Altman.
"Mitigasi risiko kepunahan dari AI harus menjadi prioritas global bersama dengan risiko skala masyarakat lainnya, seperti pandemi dan perang nuklir," dikutip dari pernyataan terbuka itu.[SB]