Edvin Aldrian,
profesor bidang iklim di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menanggapi
hasil penelitian di China yang menemukan penyemprotan air ke jalan bukan
mengatasi polusi tapi malah membuatnya makin parah.
Beberapa waktu
lalu, Polda Metro Jaya mengerahkan empat unit water canon untuk menyemprot
jalan protokol guna mengurangi polusi udara. Namun langkah ini dianggap
berakibat sebaliknya.
Sebuah riset di
China menemukan penyemprotan air malah membuat polusi udara makin parah. Riset
ini diterbitkan di jurnal National Library of Medicine pada Mei 2021.
"Hasil
penelitian kami menunjukkan bahwa menyemprot jalan dengan air meningkatkan,
bukan menurunkan konsentrasi PM 2,5," kata peneliti sekaligus pakar
kesehatan masyarakat Fengzhu Tan.
Rupanya,
'teori' ini diamini oleh Edvin Aldrian, profesor bidang iklim di Badan Riset
dan Inovasi Nasional (BRIN). Dia berkata selain membuang-buang air,
penyemprotan bakal membuat polutan di tanah kembali naik ke udara.
"Waktu dia
basahin tanah, tanah yang di bawah itu dibuang ke mana? Dia akan banyak
terlepas ke udara [bersama air yang menguap]," kata Edvin ketika dihubungi
CNNIndonesia.com, Minggu (27/8).
Bentuk polutan
udara ada dua yakni gas dan partikel. Penyemprotan air bakal menambah polutan
berupa partikel yang sangat halus terutama PM 2,5 atau partikel berukuran 2,5
mikrometer.
Di sisi lain,
sempat ada rencana untuk pengadaan hujan buatan guna meredam polusi udara.
Hanya saja, kata Edvin, rencana ini sulit dilakukan.
"Sebenarnya
hujan alam [lebih baik lagi] tapi waktunya sekarang lagi kemarau. Hujan buatan
susah karena awan tidak tersedia," katanya.
Edvin berkata
ada satu solusi yang bisa saja diterapkan di Indonesia meniru negara-negara
lain yakni serupa metode air terjun dalam ruangan di Jewel Changi Airport,
Singapura. Dengan prinsip yang sama, polusi udara bisa diredam.
Edvin
menyebutnya sebagai tirai air (water curtain) di mana air yang digunakan
jumlahnya sama dan tidak ada yang terbuang. Air ditampung lalu disaring guna
membuang partikel yang tercampur, lalu air dialirkan lagi sebagai air terjun.
"Tujuannya
sama, kita butuh air untuk menjatuhkan debu. Cara ini saya pikir juga bisa
menghemat air. Jadi bisa suatu aliran air jatuh dan dia membawa debu. Air yang
jatuh disaring. Nah air yang sudah disaring diantar lagi ke atas, lalu
dijatuhkan lagi," jelasnya.
Tidak heran
udara di bandara Changi bisa segar seperti di alam meski berada di dalam
ruangan. Teknologi ini juga digunakan di Siam Paragon, Bangkok juga Kuala
Lumpur.
Menurutnya,
jika gedung-gedung di kawasan 'sibuk' ibu kota melakukan itu, polusi bisa diturunkan.
"Ini sangat mungkin dilakukan. Jadi prinsipnya supaya air itu di-recycle. Kalau disemprot, kan hilang," ucap Erwin.[SB]