Baru-baru ini
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Krishna Murti
mengungkapkan Harun Masiku masih di dalam perbatasan Indonesia. Pihaknya
menjelaskan data perlintasan menunjukkan buron KPK selama 3 tahun lebih itu
berada di dalam negeri. Sebelumnya Harun sempat diisukan berada di Kamboja.
“Setelah dia
keluar, dia balik lagi ke dalam. Jadi dia sebenarnya bersembunyi di dalam,
tidak seperti rumor,” kata Krishna Murti di KPK, pada Senin, 7 Agustus 2023.
Untuk
diketahui, Harun Masiku merupakan politikus PDIP yang menjadi buronan KPK. Dia
terseret kasus suap terhadap Anggota KPU Wahyu Setiawan. Perkara bermula ketika
caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal. KPU memutuskan
perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut,
dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia.
Akan tetapi,
Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan
Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung. Mereka bahkan
menyurati KPU agar melantik Harun. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik
Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU
tersebut.
Wahyu diduga
meminta duit Rp 900 juta untuk mengegolkan calon anggota DPR dari PDI
Perjuangan, Harun Masiku, melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU. Wahyu
diduga menerima Rp 200 juta dan Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura dari
Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, melalui orang kepercayaannya, Agustiani
Tio Fridelina Sitorus. Saeful dan Donny adalah kader PDIP.
KPK kemudian
melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada 8 Januari 2020. Ada delapan
orang yang ditangkap dalam operasi senyap itu. Empat orang kemudian ditetapkan
sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan. Dua tersangka
lainnya yaitu eks Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Agustiani Tio
Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.
Nama Hasto
Kristiyanto dalam Kasus Harun Masiku
OTT terhadap
kader PDIP ternyata bak menyulut amarah banteng. Menukil Majalah Tempo edisi
Sabtu 18 Januari 2020, PDIP melakukan serangan balik terhadap OTT KPK.
Sekretaris Jenderal atau Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto serta Ketua Bidang
Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Perundang-undangan Yasonna Hamonangan Laoly
membentuk tim hukum khusus terkait dengan kasus suap bekas anggota KPU Wahyu
Setiawan. Mereka menggugat keabsahan tim penindakan.
“Saya diberi
tahu supaya masuk tim Senin lalu,” kata anggota tim, Yanuar Prawira Wasesa,
kepada Tempo, Jumat, 17 Januari 2020.
PDIP lalu
menghimpun sejumlah pengacara di lingkup internal partai. Tim khusus ini
dipimpin anggota DPR asal Bali, I Wayan Sudirta, serta beranggotakan antara
lain Yanuar Wasesa, Teguh Samudera, dan Roy Jansen Siagian. Tim ini juga
dibantu pengacara yang acap menangani perkara korupsi, Maqdir Ismail. Pada
Rabu, 15 Januari 2020, tim ini diperkenalkan kepada publik.
Hasto
Kristiyanto dan kawan-kawan berdalih gara-gara KPK melakukan OTT terhadap
kadernya, banyak media yang menayangkan pemberitaan framing. Tim hukum PDIP
bahkan menyambangi Dewan Pers untuk berkonsultasi mengenai pemberitaan kasus
suap Wahyu Setiawan yang menyeret kadernya, di antaranya Harun Masiku dan
menyebut-nyebut nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Kegelisahan
Hasto Kristiyanto mungkin ada sebabnya. Dalam persidangan terkait kasus suap
pergantian antarwaktu pada Mei 2021, nama Hasto Kristiyanto disebut. Pengacara
kader PDIP Donny Tri Istiqomah menyebut Hasto mengetahui upaya pergantian ini.
Terdakwa pemberi suap, Saeful Bahri, juga diketahui sebelumnya merupakan staf
Hasto. Bahkan, Wahyu Setiawan yang lalu menjadi terdakwa dalam kasus ini juga
berjanji membuka keterlibatan Hasto.
“Pembongkaran termasuk misalkan dugaan ke
Hasto (Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto) dan juga PDIP, Megawati, Beliau itu akan
membuka proses itu semua, apakah ada keterlibatan,” ujar Saiful Anam, pengacara
Wahyu, saat itu.
Kemenkumham
Yasonna H Laoly Sebut Harun Masiku
Harun Masiku
sudah menghilang sejak OTT berlangsung. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
atau Menkumham ngotot menyatakan Harun Masiku berada di Singapura saat KPK
menangkap Wahyu pada Rabu, 8 Januari. Menurut Yasonna H Laoly, yang juga
politikus PDIP, Harun pergi pada 6 Januari dan belum kembali. Entah apa maksud
Yasonna berusaha menutupi keberadaan Harun. Pastinya dia berbohong menyebut
tersangka kasus korupsi itu masih berada di luar negeri.
Menukil Majalah
Tempo edisi Sabtu 18 Januari 2020, penelusuran Tempo mengungkap Harun memang ke
Singapura sebelum OTT pada Senin, 6 Januari. Barangkali untuk menyamarkan
kepergiannya, Harun sampai memesan tiga tiket penerbangan dengan jadwal
keberangkatan berbeda di hari yang sama. Namun Harun hanya sehari di Negeri
Singa. Pada Selasa, 7 Januari, dia kembali ke Indonesia menggunakan Batik Air.
Temuan Tempo
sempat dibantah Kementerian Hukum dan HAM. Padahal kedatangan Harun di Bandara
Soekarno-Hatta terekam kamera pengawas. Namun akhirnya mereka mengakui Harun
sudah di Indonesia. Imigrasi beralasan ada kesalahan sistem di bandara sehingga
kepulangan Harun tak terlacak. KPK lantas memasukkan Harun sebagai daftar
buronan pada 29 Januari 2020. Sejak saat itu, keberadaan Harun belum terungkap.
Melansir
Majalah Tempo edisi Sabtu, 25 Januari 2020, para pegiat antikorupsi melaporkan
Yasonna ke KPK. Mereka meyakini Menteri Hukum dan HAM mencoba menghalangi
pengusutan kasus suap Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan. Dia dituduh menutupi
keberadaan Harun Masiku. Mereka pun menuntut Presiden Joko Widodo segera
mencopot Yasonna.
“Kami melihat
ada keterangan tidak benar yang disampaikan Yasonna,” kata peneliti Indonesia
Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 23
Januari 2020.
Belakangan,
Yasonna H Laoly mencopot dua anak buahnya, yakni Ronny Sompie dari jabatan
Direktur Jenderal Imigrasi dan Alif Suadi dari jabatan Direktur Teknologi
Keimigrasian. Yasonna berkukuh dua anak buahnya itu paling bertanggung jawab
atas simpang siur keberadaan Harun. Dia mengklaim telah sejak beberapa bulan
lalu meminta Imigrasi memperbaiki sistem informasi.[SB]