Mahmudi, mitra
driver Grab asal Semarang, punya kebiasaan unik yang tak biasa dilakukan oleh
rekan sesama sopir ojek online lain, yakni memberikan tumpangan gratis bagi
anak yatim berangkat atau pulang sekolah. Namun siapa sangka, kebaikan tersebut
rupanya membawa berkah bagi dia dan keluarga.
Pendidikan
dipandang penting di mata pria berusia 54 tahun itu. Mahmudi berusaha keras
agar kedua anaknya bisa sekolah hingga ke perguruan tinggi.
Namun,
penghasilannya sebagai buruh pabrik di Semarang belum cukup untuk membantu anak
pertamanya melanjutkan pendidikan D3 di PKN-STAN Jakarta. Itu sebabnya Mahmudi
memutuskan mengambil pekerjaan tambahan sebagai mitra driver Grab dengan
layanan GrabBike pada 2018.
"Dengan di
pabrik gaji UMR Rp 2 juta, padahal cost di sini (Jakarta) Rp 12 juta setahun,
untuk kesehariannya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Karena untuk membiayai anak
tadi awalnya terpaksa saya ikut (Grab)," katanya kepada kumparan saat
ditemui di Grab Excellence Center Cilandak, Jakarta, Selasa (22/8).
Warga
Indraprasta, Semarang bagian utara, itu membuka orderan GrabBike mulai pukul
06.00 sampai 07.30, sebelum mulai bekerja di pabrik. Kemudian, dia kembali
mengaspal selepas pulang dari pabrik pada jam 4 sore hingga 12 malam.
Usaha tidak
mengkhianati hasil. Sang anak kini sudah lulus dan bekerja di Direktorat
Jenderal Pajak di Payakumbuh, Sumatra Barat, sementara anak keduanya kini fokus
sekolah di tingkat SMA.
Tumpangan Gratis Anak Yatim Berangkat atau
Pulang Sekolah, Gak Ada Uang Gak Usah Bayar
Selama
mengenyam pendidikan D3 di PKN-STAN Jakarta, anak Mahmudi pernah mengalami
kecelakaan pendarahan dekat mata ketika bermain futsal. Kemudian, dia ditolong
oleh seorang ibu bernama Yuli dan suaminya, Anton, untuk dibawa ke rumah sakit.
Seluruh pengobatan dibiayai oleh keduanya, yang kemudian menolak dananya
digantikan oleh Mahmudi.
Kebaikan Yuli
dan Anton membuat takjub Mahmudi, karena dirinya sempat mengira hal tersebut
jarang terjadi di Jakarta. Peristiwa membuat dia teguh ingin berbagi dan
berbuat baik terus setiap hari.
"Orang
Jakarta saja yang terkenal sulit berbuat baik, yang individualnya tinggi, bisa
berbuat sebaik itu," ujar Mahmudi. "Itu menjadikan saya semakin
(yakin), berarti saya harus berbagi terus sampai saya gak kuat menjalankan
Grab."
Mahmudi memulai
'program berbagi kebaikan' beberapa bulan setelah bergabung menjadi mitra
GrabBike. Dimulai dari orang terdekatnya, dengan menolong anak yatim tetangga depan
rumahnya dengan menggratiskan perjalanan berangkat atau pulang sekolah. Dia
juga turut membantu anak yatim di panti asuhan Aisyah yang berada di belakang
rumahnya.
Menurutnya,
banyak anak yatim yang membutuhkan bantuan ini. Oleh sebab itu, agar manfaat
ini juga dirasakan oleh anak yatim lainnya di semarang, Mahmudi sengaja
menuliskan teks 'Anak Yatim Berangkat / Pulang Sekolah, Gratis' di helm
Grab-nya.
Kebaikan
Mahmudi melebar tidak hanya kepada anak yatim saja. Dia juga berbagi dengan
sekelilingnya, siapa pun yang butuh jasa transportasinya.
Mahmudi
bercerita dirinya pernah mendapati chat dari penumpangnya yang gak mampu
membayar penuh biaya perjalanannya. Dia pun mengizinkan si penumpang untuk
membayar dengan uang seadanya.
Ada juga kisah
penumpang yang lupa membawa dompet saat dalam perjalanan. Mahmadi dengan ikhlas
membantu mengantarkannya ke tempat tujuan secara cuma-cuma.
"Karena
banyak juga yang gak yatim butuh bantuan, terus saya tambahkan (teks di helm
Grab), 'Tidak Punya Uang, Tidak Usah Bayar' 'Uang Kurang, Bayar
Seadanya'," cerita Mahmudi.
Mahmudi juga
sering memberikan sedekah kepada penumpang dengan cara memberikan harga lebih
murah dibandingkan biaya perjalanan yang tertera di aplikasi. Contoh, jika
harga perjalanannya Rp 8.700, maka Mahmudi hanya mematok Rp 8.000 kepada
penumpangnnya.
Hasil Kecil Lebih Berkah
Sebelum menjadi
buruh pabrik dan mitra GrabBike, Mahmudi pernah bekerja sebagai pemimpin tukar
guling golf hingga kepala cut and fill yang membawahi 60 sampai 70 personil.
Dia bahkan pernah memegang uang operasional hingga Rp 30 juta setiap harinya
pada 2005.
Namun, semua
uang tersebut diakuinya tidak bisa membeli apa-apa. Mahmudi merasa pekerjaan
tersebut sudah tidak cocok untuknya, sehingga dirinya memutuskan pindah ke
pabrik dengan penghasilan yang tidak seberapa.
"Ternyata
saya sadari lama-lama saya berbuat tidak benar, terus saya minta pindah ke
pabrik dengan hasil yang kecil, terus pulangnya kita nge-Grab, malah bisa beli
rumah. Sekarang bisa memperbaiki (rumah)," akunya.
Dengan
hidup pas-pasan, dengan nge-Grab, malah bisa beli apa-apa."
-
Mahmudi, Mitra Driver GrabBike Semarang –
Kini, Mahmudi
yang sering mengaspal di masih konsisten menyebarkan kebaikan. Selain
menyediakan perjalanan gratis, dirinya juga selalu menyisihkan sebagian
penghasilan untuk disumbangkan ke panti asuhan.
Dirinya saat
ini bergabung dengan komunitas Seger, Semarang Grab Driver. Di sana dia juga
berbagi pengalaman selama mengaspal, termasuk membantu sesama mitra sopir Grab
yang mengalami kerusakan kendaraan di jalan.[SB]