Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Cerita Pakar soal Buruknya Udara di Kota Besar RI, El Nino Tersindir

Agustus 09, 2023 Last Updated 2023-08-09T12:41:48Z


 

Profesor Meteorologi dan Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengungkapkan polusi udara yang kian pekat belakangan terkait dengan fenomena El Nino.


"Betul [ada kaitannya dengan El Nino]. Jadi biasanya karena berhubungan dengan kebakaran hutan," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/8).


"Kalau di Jakarta karena musim kemarau banyak ladang-ladang yang dibakar jadi banyak asap yang mengambang," lanjutnya.


El Nino merupakan fenomena pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik yang berdampak pada penurunan curah hujan global, termasuk di Indonesia.


Kondisi itu, kata Edvin, diperparah dengan hujan yang jarang terjadi di suatu wilayah sehingga tidak ada wet deposition alias proses penting menghilangkan gas dan partikel dari atmosfer.


"Karena tidak hujan, jadi dia banyak sekali polutan yang beredar di atmosfer," ucapnya.


DKI Jakarta, misalnya. Pada saat musim kemarau polutan tinggi, yaitu PM2,5 atau PM10, meningkat tajam karena udara diperbaharui setiap hari.


Berdasarkan data situs pengukur kualitas udara IQAir, per Rabu (9/8) pukul 14.56 WIB, sejumlah kota terpantau memiliki kualitas udara tak sehat berdasarkan kandungan PM2,5.


Tangerang Selatan (Banten) ada di peringkat pertama dengan skor 153 kategori tidak sehat, Serang (Banten) menyusul dengan skor 145 kategori tak sehat untuk kelompok sensitif, dan Bandung (Jabar) di posisi ketiga dengan nilai 140, juga tak sehat untuk kelompok sensitif.


Jakarta ada di peringkat tujuh dengan angka 114, tak sehat untuk kelompok sensitif. Satu tingkat di bawahnya ada Bogor dengan angka 109.


Per Rabu (9/8) pagi, Jakarta bahkan sempat menempati posisi kedua pada daftar kota dengan tingkat polusi terburuk dengan angka 152.


Edvin menyebut polusi tinggi itu berdampak buruk sekali buat kesehatan, terutama anak-anak. 


"Kalau paling parah itu kesehatan. Kalau sekarang itu stunting. Nanti bahaya untuk anak-anak kecil, anak balita. Karena PM2,5 itu seperempat dari ukuran rambut. Nah itu bahaya juga," tutur dia.


"Bahaya itu karena masuk ke aliran darah, kemudian saya khawatirnya merusak sistem syaraf, jadi bisa stunting. Kecerdasan dia lambat tumbuhnya itu," lanjut dia.


Hal yang sama terjadi pada orang dewasa. "Ya sama juga. Kalau masalah pernapasan itukan biasanya PM5 atau PM10 itu bisa ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)."


Hujan buatan

Edvin, yang bakal menerima penghargaan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Jokowi itu, menyarankan pemerintah untuk menambah populasi pohon, melakukan hujan buatan, hingga membuat aliran air buatan di bangunan vertikal.


"Kalau saya bilang Jakarta itu diperbanyak air yang mengalir dari atas. Bukan air mancur, tetapi jendela gedung-gedung dialiri air biar terjadi wet deposition," tuturnya.


Ia menjelaskan metode mengaliri air di bangunan vertikal sudah banyak diterapkan, seperti salah satunya di Singapura. "Makanya udaranya bersih".


Metode pengaliran air itu dilakukan di banyak gedung, sehingga debu dan kandubgan lain yang ada di udara turut terbawa oleh air.


"Saya fikir ini efektif sekali, kalau bisa di semua gedung, ini kalau kita mau bicara yang ekstrem," kata dia.[SB]

×