Tahukah kamu
bahwa Bumi pernah mengalami air mancur berlian. Itu terjadi saat benua besar
Pangaea pecah.
Air mancur
berlian ini mengalir cepat dari lapisan perut ke permukaan Bumi. Pecahnya super
benua, memicu letusan eksplosif bernama kimberlite yang melontarkan air mancur
berlian ke permukaan.
Kimberlite
bergerak dengan kecepatan antara 18 hingga 133 km/jam. Beberapa letusan mungkin
telah menciptakan ledakan gas dan debu seperti Gunung Vesuvius, kata Thomas
Gernon, seorang profesor ilmu Bumi dan iklim di University of Southampton di
Inggris.
Para peneliti
memperhatikan, kimberlite paling sering terjadi pada saat lempeng tektonik
sedang menata ulang dirinya secara besar-besaran. Anehnya, kimberlit sering
kali meletus di tengah benua, bukan di tepian benua.
“Berlian telah
berada di dasar benua selama ratusan juta atau bahkan miliaran tahun,” kata
Gernon dilansir Live Science.
“Pasti ada
stimulus yang mendorong letusan tersebut secara tiba-tiba, karena letusannya
sendiri sangat dahsyat, sangat eksplosif.”
Aliran lava
bergerak ke timur laut lereng gunung berapi Mauna Loa dari letusan Northeast
Rift Zone, di Hawaii, AS Selasa (29/11/2022). Foto: USGS/David Fee/Reuters
Gernon dan
rekan-rekannya mencari korelasi antara usia kimberlite dengan derajat
fragmentasi lempeng yang terjadi pada masa itu. Mereka menemukan bahwa selama
500 juta tahun terakhir, ada pola di mana lempeng-lempeng mulai terpisah. 22
juta hingga 30 juta tahun lalu.
Letusan
kimberlite terjadi di tempat yang sekarang menjadi Afrika dan Amerika Selatan.
Peristiwa ini dimulai sekitar 25 juta tahun setelah pecahnya superbenua selatan
Gondwana, sekitar 180 juta tahun yang lalu.
Untuk
mengetahui apa yang mendorong pola-pola ini, para peneliti menggunakan beberapa
model komputer simulasi kerak dalam dan mantel atas. Mereka menemukan bahwa
ketika lempeng tektonik terpisah, dasar kerak benua menipis - sama seperti
kerak di bagian atas yang terbentang dan membentuk lembah.
Batuan panas
naik, bersentuhan kemudian mendingin dan tenggelam kembali, menciptakan area
sirkulasi lokal.
Daerah yang
tidak stabil ini dapat memicu ketidakstabilan di daerah sekitarnya yang secara
bertahap bermigrasi ribuan mil menuju pusat benua. Temuan ini cocok dengan pola
kehidupan nyata yang terlihat dengan letusan kimberlite yang dimulai di dekat
zona keretakan dan kemudian berpindah ke interior benua.
Tapi bagaimana
ketidakstabilan ini menyebabkan letusan eksplosif dari dalam kerak Bumi? Gernon
mengatakan bahwa peristiwa ini cuma bisa terjadi jika semua komposisi atau
komponen di dalam area bergejolak bercampur dengan tepat.
Ketidakstabilan
ini membuat bebatuan dari mantel atas dan kerak bawah mengalir satu sama lain.
Ketidakstabilan ini mengaduk batuan dengan air dan karbondioksida yang terjebak
di dalamnya, bersama dengan banyak mineral utama kimberlite termasuk berlian.
Sebagai
gambaran, ledakan air mancur berlian ini sama seperti sampanye yang meledak
saat dibuka.
Temuan ini
berguna dalam mencari deposit berlian yang belum ditemukan, kata Gernon. Mereka
mungkin juga membantu menjelaskan mengapa ada jenis letusan gunung berapi lain
yang terkadang terjadi lama, setelah pecahnya superbenua di wilayah yang
seharusnya stabil.
"Ini
adalah proses fisik yang mendasar dan sangat terorganisir," kata Gernon,
"jadi kemungkinan bukan hanya kimberlit yang meresponsnya, tetapi bisa
jadi seluruh rangkaian proses sistem Bumi yang merespons (gejolak ini)
juga."[SB]