Ekonom senior
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri
menyebut Menko bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar
Pandjaitan sudah tahu dan melaporkan aktor di balik penyelundupan bijih nikel.
Ternyata, kata
Faisal, ada menteri dan kerabat dekat Presiden Jokowi yang masuk pusaran kasus
penyelundupan bijih nikel ke China yang merugikan negara hingga Rp14,5 triliun.
Lalu, siapakah dia? Masih kata Faisal, Menko Luhut yang tahu. Jadi, sebaiknya
tanya saja dia. “Jadi sebetulnya semua
sudah tahu, bahkan Pak Luhut sudah laporkan aktor-aktor penyelundup (bijih
nikel) ke KPK gitu. Diantaranya menteri juga, dan kerabat dekat presiden,” kata
Faisal dalam Seminar Nasional Indef bertajuk Menolak Kutukan Deindustrialisasi
Menuju Pengarusutamaan Industrialisasi Hijau di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Faisal
menjelaskan, kejadian ini dilatarbelakangi kebijakan hilirisasi ekspor nikel
yang digencarkan Jokowi, memaksa negara hanya meraup keuntungan recehan. Ya,
maksimum 10 persen. Ssedangkan yang 90 persen dinikmati China.
Ia juga sudah
mengingatkan Menko Luhut tentang adanya kemungkinan penyelundupan bijih nikel
ke China. “Ya memang dijawab. Tapi yang jawab bukan Pak Luhut, Seto (Deputi
Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario
Seto). Wah ini transisi barangkali. Transisi kok sampai 3,3 juta ton,” jelas
Faisal.
Faisal
menyayangkan keputusan Jokowi mencanangkan program hilirisasi mineral dan batu
bara (minerba), ketimbang memperkuat strategi industrialisasi. Padahal,
industrialisasi adalah kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian,
struktur industri serta meningkatkan perekonomian di dalam negeri. “Kalau
hilirisasi sekedar dari bijih nikel jadi NPI (Nickel Pig Iron) atau jadi
feronikel, (selanjutnya) NPI dan feronikelnya 99 persen diekspor ke China,”
ujar Faisal.
Faisal
menyimpulkan, tindakan pemerintah dengan hilirisasi nikel ini, tak lebih dari
dukungan terhadap industrialisasi yang kini gencar dijalankan China. Kebijakan
yang salah ini, semakin bikin miris. Lantaran disebut sebut presiden dan para
menteri sebagai kebijakan yang menguntungan negara.
“Sehingga pak
presidennya juga ngomong, Pak Luhut, semua menteri-menteri ikut ngomong. Bahwa
kita (penerimaan) meningkat. Dari tidak sampai satu miliar dolar AS, ekspor
besi dan baja menjadi 12 miliar dolar AS,” ungkap Faisal.
Faisal benar.
Dalam banyak kesempatan, Presiden Jokowi acapkali membanggakan program
hilirisasi nikel sukses meningkatkan peenerimaan negara. Disebutnya, Indonesia
‘untung besar’ karena hilirisasi nikel.
Sebelum
hilirisasi nikel, kata Jokowi, penerimaan negara hanya US$2,1 miliar atau
setara Rp31 triliun. Setelah hilirisasi diimplementasikan, angkanya jadi naik
menjadi US$33,8 miliar, atau setara Rp 510 triliun.
“‘Pak negara
dapat apa? Itu kan yg untung pengusaha’. Sebentar, tadi angkanya Rp 31 triliun
pemerintah pasti akan memungut pajak dari angka Rp 31 triliun. Kemudian lompat
jadi Rp 510 triliun juga dipungut PPN, PPh, royalti. Gede mana negara akan
dapat?” kata Jokowi dalam acara Pengukuhan DPN Apindo di Hotel Kempinski,
Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Dengan
berapi-api, Jokowi mengungkapkan, nilai tambah ke kas negara, sangat besar
sekali. dirinya pun sempat tak percaya. Saking besarnya. Sayangnya, ia tidak
menyebutkan angka tersebut karena disebut rahasia Direktorat Jenderal Pajak,
Kementerian Keuangan. “Saya sebetulnya mau buka yang di Morowali negara dapat
berapa tapi ini rahasia dari Dirjen Pajak. Tapi besar sekali. Saya kaget juga
dapat angkanya, besar sekali. Ini sekali lagi baru urusan nikel,” terangnya.[SB]