Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah menyiapkan konstelasi satelit nasional untuk observasi dan Internet of Things (IoT). Simak strategi pendanaannya.
Beda dengan satelit tunggal, konstelasi satelit merupakan wahana setipe yang mengorbit secara berkelompok. Keuntungannya, mendapat coverage yang lebih luas hingga jaringan lebih stabil. Contohnya, konstelasi SpaceX.
Kepala Pusat Riset Penginderaan Jauh ORPA BRIN Robertus Heru Triharjanto mengungkapkan konsep konstelasi satelit yang diusulkan oleh BRIN. Pertama, Nusantara Earth Observation (NEO) yang terdiri dari dua satelit resolusi sangat tinggi.
"Dan empat satelit resolusi tinggi serta dua satelit SAR, di orbit yang dekat dengan ekuator," kata Heru dalam acara Persiapan Konstelasi Satelit Nasional yang disiarkan via Youtube, Jumat (14/7).
Kedua, Nusantara Equatorial IoT Satellite Constelation (NEI) yang bergerak di sabuk ekuatorial berjumlah 10 satelit.
"Sebetulnya operasionalnya sembilan, namun modelnya konstelasi harus punya back up 9+1 satelit di orbit rendah yang mempunyai misi IoT. Ditambah satu data muatan data relay yang nanti akan kita taruh di Geostation," katanya.
Heru mengatakan BRIN sudah punya modal mempersiapkan konstelasi satelit tersebut. Selain sudah berpengalaman selama 30 tahun dalam penyelenggaraan layanan penginderaan jarak jauh, BRIN juga memiliki kemampuan mengembangkan satelit mikro.
"Sudah tiga satelit mikro yang dibuat. Yang berarti platformnya maksimum 150 kg dengan misi penginderaan jauh seperti gambar yang ditampilkan untuk LAPAN A3 dia akan membawa multi-spektoral imager, dan juga misi komunikasi seperti yang dilakukan oleh LAPAN A2, misi IoT," katanya.
Kedua satelit itu, kata Heru, dibuat di Bogor dan telah mengalami fase pengujian seperti kekuatan mekanik dan vakum. Heru pun mengungkapkan BRIN tengah menyelesaikan satelit yang keempat yang ditargetkan meluncur tahun depan dari India.
Untuk mengoperasikan 18 satelit itu, BRIN memiliki tiga stasiun Bumi masing-masing di Parepare, Bogor, dan Biak.
"Misalnya nanti satelit konstelasi harus... satelit konstelasi IoT dioperasikan kita akan menambah lagi stasiun Bumi di Kototabang (Sumatra Barat, red)" kata Heru.
Terkait pendanaan, Heru mengatakan BRIN telah mendapat saran dari Kementerian Keuangan dan Bappenas. Untuk satelit resolusi sangat tinggi (resolusi 50 cm), pilihannya adalah melalui pembiayaan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
"Jadi sama dengan seperti yang dilakukan untuk SATRIA-1. Jadi mungkin ini adalah adiknya SATRIA-1 untuk pengelolaan KPBU satelit," katanya.
Secara teknis, Heru mengatakan satelit pertama akan dibangun di negara mitra karena Indonesia belum memiliki kemampuan teknologi dan fasilitas untuk membangun satelit yang resolusinya sampai 50 cm dengan ukuran 500 hingga 700 kg.
Paralel dengan pembangunan satelit pertama, Heru mengungkapkan Indonesia akan membangun fasilitas AIT kelas 1000 kg di Indonesia. "Sehingga setelah satelit pertama diluncurkan, kita akan mulai membangun satelit yang kedua di Indonesia."
"Dengan adanya fasilitas tersebut, satelit-satelit penggantinya akan dibangun di Indonesia," ujarnya menambahkan.
Sementara untuk satelit SAR, Heru mengatakan pembangunannya bakal mengandalkan pinjaman luar negeri. "Yang disarankan adalah dengan pinjaman luar negeri. Ini yang akan kita tempuh untuk pembiayaan satelit SAR dengan model yang sama," katanya.
"Walaupun ini pinjaman luar negeri tetapi kita ingin satelit yang kedua tetap dibangun di Indonesia," ujar Heru.
Untuk satelit IoT, Heru mengatakan teknologinya sudah dikuasai Indonesia. "Sehingga pembiayaan yang disarankan adalah fasilitasi Industri," ujar Heru mengakhiri.[SB]