Empat Hakim Konstitusi menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Keempat hakim konstitusi tersebut menilai seharusnya gugatan yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, ditolak.
Empat Hakim Konstitusi tersebut yakni: Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. Keempat hakim ini beda pendapat dengan lima hakim lainnya yang memutus mengabulkan gugatan Ghufron.
"Kami berpendapat, petitum pemohon yang memohon kepada mahkamah untuk memaknai norma pasal 34 UU 30/2002 menjadi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun' adalah tidak beralasan menurut hukum sehingga seharusnya mahkamah menolak permohonan a quo," kata Hakim Konstitusi Enny saat membacakan dissenting opinion atas putusan MK yang mengabulkan gugatan Nurul Ghufron.
Enny menjelaskan, argumen yang dibangun oleh pemohon sama sekali tidak menyinggung soal keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dengan konteks kelembagaan.
Ghufron dinilai hanya mengutarakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang lebih singkat dibandingkan beberapa lembaga lainnya, memunculkan ketidaksetaraan.
"Munculnya anggapan bahwa kedudukan KPK lebih rendah dibandingkan dengan lembaga non kementerian lainnya merupakan asumsi belaka karena tidak ditopang oleh bukti yang cukup meyakinkan," kata Enny.
Terlebih lagi, terkait dengan masa jabatan sejumlah komisi atau lembaga berbeda dengan KPK, sebagaimana dalil Ghufron, ternyata memang tidak seragam pengaturannya.
Enny mencontohkan bahwa KPK memang masa jabatannya pimpinannya 4 tahun. Tetapi bukan hanya KPK saja yang berbeda, tidak 5 tahun, seperti lembaga lainnya. Enny menyebut sejumlah lembaga lain yang masa jabatannya juga 4 tahun bahkan ada yang 3 tahun.
"Misalnya pimpinan KPK memegang jabatan 4 tahun, anggota komisi informasi diangkat untuk jabatan 4 tahun, masa jabatan anggota KPPU adalah 5 tahun, masa jabatan Keanggotaan Komnas HAM 5 tahun, Komisi Yudisial 5 tahun dan masa jabatan ketua dan wakil ketua anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 tahun," kata Enny.
Ketidakseragaman mengenai masa jabatan ini, dinilai oleh keempat Hakim Konstitusi, tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum serta diskriminatif dan timbulnya keraguan masyarakat atas posisi independensi KPK.
"Sebagaimana didalilkan oleh pemohon," kata Enny.
Lebih lanjut, terhadap argumentasi Ghufron ini, keempat Hakim Konstitusi menyebut seharusnya upaya mengubah masa jabatan pimpinan lembaga negara dikaitkan dengan desain kelembagaan dan bukan berkenaan dengan ketidakadilan atau perlakuan yang tidak sama antara masa jabatan satu pimpinan lembaga negara dengan masa jabatan pimpinan lembaga negara lainnya.
Kemudian, terkait argumentasi mengenai pengubahan masa jabatan pimpinan lembaga negara adalah adanya kerugian hak dari Ghufron sebagai pimpinan KPK atas perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya pemohon membangun dalil mengenai ketidakadilan tanpa mempertimbangkan hak orang lain yang juga berminat untuk mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron beri kuliah umum pendidikan antikorupsi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (29/6). Foto: KPK
zoom-in-white
Perbesar
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron beri kuliah umum pendidikan antikorupsi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (29/6). Foto: KPK
"Dengan mahkamah mengabulkan permohonan yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, dikhawatirkan akan memantik permohonan lain di kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan di beberapa lembaga atau komisi negara," kata Enny.
"Dalam kondisi demikian, mahkamah akan masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukannya," pungkas Enny.
Atas dasar itulah, keempat hakim konstitusi tersebut menolak gugatan Ghufron. Meski demikian, keempatnya kalah suara dari lima hakim konstitusi lainnya yang mengabulkan gugatan Ghufron yakni masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun. [SB]