Pakar Hukum
Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai Pengadilan Negeri (PN)
Jakarta Pusat tidak berwenang dalam memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024.
Bahkan, PN Jakarta Pusat menurutnya telah melanggar konstitusi.
Bivitri
menjelaskan forum penundaan pemilu hanya dapat digugat melalui Mahkamah
Konstitusi (MK) ataupun keputusan politik DPR. Namun ia juga mengingatkan dalam
UU Pemilu tidak ada celah atau potensi penundaan Pemilu apabila tidak dengan
alasan urgensi yang genting.
"Jadi
melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan," kata
Bivitri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).
Bivitri mengaku
heran, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima)
terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusannya, PN Jakpus meminta KPU untuk
menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025
Ia menilai
seharusnya sedari awal PN Jakarta Pusat menolak perkara yang diajukan Partai
Prima lantaran bukan kewenangannya.
Menurutnya,
perkara gugatan Prima yang merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi
administrasi, seharusnya diselesaikan lewat Bawaslu dan kemudian berjenjang ke
PTUN.
"Tapi PN
apalagi untuk kasus perdata ini tidak bisa memutuskan seperti ini. Jadi memang
keliru ini, saya kira harus diramaikan, karena kita harus cek kenapa hakim bisa
memutus seperti ini," kata dia.
Bivitri pun
curiga dan merasa ada sosok di belakang Prima yang kemudian sengaja dan bisa
meloloskan perkara mereka ke PN Jakarta Pusat. Dengan demikian, solusi yang
bisa dilakukan saat ini adalah tergugat yakni KPU melakukan banding ke
Pengadilan Tinggi.
Selain itu,
Bivitri juga berharap ada upaya luar biasa, misalnya Mahkamah Agung (MA) yang
melakukan pembinaan terutama pada hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan
penundaan tahapan Pemilu 2024 ini.
"KPU harus
banding dan bagaimana kita harus mempengaruhi hakim banding supaya bisa
mengoreksi putusan PN, karena seharusnya tidak dapat diterima. Dan hakim
menurut saya bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar
kewenangannya, bisa kena sanksi etik," ujar Bivitri.
PN Jakarta
Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima untuk seluruhnya dengan
menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perkara nomor:
757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan
hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada Kamis
(2/3).
Pengadilan
menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar
ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Humas PN
Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan tersebut belum memperoleh
kekuatan hukum tetap atau inkrah lantaran KPU menyatakan banding.[SB]