Kejaksaan Agung
telah menemukan adanya upaya pencairan anggaran 100 persen dalam pengadaan
tower base transceiver station (BTS) pada BAKTI Kominfo.
Padahal,
pengadaan tersebut merupakan proyek tahun jamak.
Upaya pencairan
100 persen itu rupanya diketahui oleh pejabat tertinggi Kominfo, Johnny G
Plate.
"Ya pasti
dia tahu," ujar Kasubdit Penyidikan Diektorat Penyidikan Jampidsus
Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com pada Minggu
(26/2/2023).
Sang Menkominfo
mengetahui karena merupakan pengguna anggaran (PA) dalam proyek strategis
nasional (PSN) tersebut.
Sementara kuasa
pengguna anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan tower BTS ini ialah Direktur
Utama (Dirut) BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif yang telah ditetapkan sebagai
tersangka.
"KPA-nya
BAKTI. PA-nya menteri," katanya.
Dalam proyek
ini, Anang diketahui telah menanda tangani dokumen-dokumen terkait dengan
pencairan anggaran 100 persen.
Iklan untuk
Anda: Soal PTS, UTS Kelas 12 Bahasa Inggris Semester 2, Lengkap dengan Jawaban
"Kalau
masalah teken-teken di BAKTI," ujar Prabowo.
Meski demikian,
tim penyidik Kejaksaan Agung tengah memeriksa sejumlah dokumen untuk memastikan
ada atau tidaknya yang diteken Johnny G Plate sebagai pengguna anggaran proyek
ini.
Baca juga:
Dapat Fasilitas BAKTI Kominfo, Gregorius Alex Plate Dipastikan Bukan Staf
Khusus Johnny G Plate
"Kita cek
dulu surat-suratnya. Dia tanda tangan apa ini, lagi kita cek satu-satu,"
ujarnya.
Selain
pencairan anggaran 100 persen, Johnny G Plate juga diduga mengetahui pembuatan
aturan oleh Dirut BAKTI yang disinyalir menjadi upaya memenangkan
perusahaan-perusahaan tertentu dalam lelang tender.
Terkait temuan
itu, Kejaksaan Agung terus mengumpulkan alat bukti.
Termasuk di
antaranya dari keterangan para saksi.
Hal itu
dilakukan untuk menelusuri seberapa jauh Menkominfo mengetahui atau bahkan
terlibat di dalamnya.
"Ya pasti
menteri taulah. Kita lagi dalami seberapa jauh," kata Prabowo.
Sebab itu, tim
penyidik Kejaksaan Agung membuka peluang Johnny G Plate diperiksa kembali dalam
perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS ini.
"Kalau
memang kepentingan penyidikan membutuhkan lagi, pasti kita panggil,"
katanya.
Kronologi Kasus
Proyek BTS Kominfo
Berikut ini
adalah kronologi atau duduk perkara kasus dugaan korupsi penyediaan
infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung
paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi
(BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022.
Seperti
diketahui, kasus ini telah memasuki babak baru setelah Kejaksaan Agung
(Kejagung) RI menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) penyediaan infrastruktur BTS.
Tersangka yang
ditetapkan itu berasal dari swasta, yakni Komisaris PT Solitech Media Sinergy,
Irwan Hermawan (IH).
Kepala Pusat
Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dengan penambahan ini
total tersangka dalam perkara itu menjadi lima orang.
“Satu orang
Tersangka tersebut yaitu IH selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy,” ujar
Ketut dalam keterangan tertulis, Selasa (7/2/2023).
Menurut Ketut,
guna mempercepat proses penyidikan, IH ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba
Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, sejak 6 sampai 25 Februari
2023.
Ketut
mengungkapkan, IH berperan sebagai Komisaris PT Solitech Media Sinergy diduga
telah secara melawan hukum bersama-sama melakukan permufakatan jahat tersangka
sebelumnya, yaitu Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif (AAL).
“Untuk
mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Komunikasi
dan Informatika sedemikian rupa, sehingga mengarahkan ke penyedia tertentu yang
menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4 dan 5,” ujar Ketut.
Dengan demikian
total ada 5 tersangka, mereka adalah:
1. Direktur
Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif (AAL),
2. Account
Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali
(MA).
3. Direktur
Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak (GMS)
4. Tenaga Ahli
Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto
(YS).
5. Komisaris PT
Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH)
Dalam kasus ini
para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Konstruksi
kasus
Terungkapnya
kasus korupsi ini bermula pada bulan Agustus 2022, ketika BAKTI Kominfo
diberikan proyek untuk membangun proyek BTS 4G demi mendukung kehidupan
masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dalam bentuk layanan internet.
Sebagai
informas, Pembangunan BTS ini sendiri dibagi menjadi beberapa paket.
Letak
pembangunan BTS 4G ini juga terletak di wilayah terluar dan terpencil di
Indonesia. Dalam catatan Kominfo, setidaknya ada 4.200 titik dari tiga
konsorsium yang tengah disidik.
Akan tetapi,
pada perjalanannya, muncul dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan
para tersangka dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
Dalam
pelaksanaan perencanaan dan lelang, tersangka melakukan rekayasa sehingga dalam
proses pengadaan tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat.
Kecurigaan pun
terjadi ketika sampai batas pertanggungjawabannya, banyak proyek BTS tersebut
tiba-tiba berakhir dan beberapa BTS tidak dapat digunakan oleh masyarakat.
Kejaksaan
Agung, lewat tim di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
menurunkan para jaksanya untuk meneliti proyek BTS tersebut.
Perlahan, tim
dari Jampidsus akhirnya berhasil mengungkap adanya korupsi pengadaan BTS ini.
Perjalanan
kasus
Penyidikan
kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G
dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas
Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) tahun 2020 sampai 2022 akhirnya berujung pada penetapan tersangka.
Tim Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan gelar perkara
(ekspose) kasus pada 25 Oktober 2022.
Penyidik
kemudian meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi BTS 4G
Kemenkominfo ke tahap penyidikan pada 13 November 2022.
Selanjutnya
ditetapkan tiga tersangka, yaitu Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang
Achmad Latif (AAL).
Lalu, Direktur
Utama PT Mora Telematika Indonesia inisial GMS dan Tenaga Ahli Human
Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, YS.
Kemudian,
ketiga tersangka tersebut langsung ditahan pada Rabu (4/1/2023).
Penahanan
dilakukan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari
untuk dilakukan pendalaman sejak 4 Januari 2023 sampai dengan 23 Januari 2023.
Peran tersangka
Kepala Pusat
Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana
mengatakan, tersangka AAL diduga telah membuat peraturan yang menguntungkan
dirinya terkait pengadaan vendor proyek tersebut.
“Tersangka AAL
telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa
untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud
persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga
penawaran,” tulis Ketut dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023) malam.
Menurut Ketut,
itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di
mark-up.
Peran tersangka
GMS sebagai pihak yang memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL
terkait Peraturan Direktur Utama dalam proyek kasus tersebut.
“Beberapa hal
yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta
perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu
supplier salah satu perangkat,” ujar Ketut.
Kemudian, peran
tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk
membuat kajian teknis yang telah direkayasa untuk kepentingan pihak tertentu.
Ketut
menambahkan, kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka
mengakomodir kepentingan tersnagka Anang.
Akibat
perbuatan ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus
ini, Kejagung juga masih menelusuri soal dugaan tindak pidana pencucian uang
(TTPU).
Dugaan kerugian
Rp 1 triliun
Berdasarkan
penghitungan sementara per Rabu (16/11/2022), kerugian negara dalam kasus
dugaan korupsi pengadaan BTS 4G dan BAKTI Kominfo itu mencapai Rp 1 triliun.
Perhitungan
sementara itu bedasarkan nilai kontrak dalam proyek tersebut.
“Sampai saat
ini untuk dugaan kerugian masih perhitungan dari teman-teman penyidik sekitar
Rp 1 triliun dari jumlah Rp 10 triliun (nilai kontrak),” kata Ketut.
Ketut
mengatakan, perhitungan masih terus dilakukan oleh penyidik bersama auditor
dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Nilai kerugian
itu, kata Ketut, masih bisa bertambah atau berkurang.
“Tapi ini
(nilai kerugian) bisa berkembang, bisa bertambah dan juga berkurang, karena
belum mendapat kerugian yang final dari teman-teman BPKP,” ujar Ketut Sumedana.[SB]