Majelis hakim
membeberkan hal-hal apa saja yang meringankan hukuman Richard Eliezer Pudihang
Lumiu dengan vonis hanya satu tahun enam bulan penjara dalam perkara pembunuham
berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Majelis hakim menyatakan hanya ada satu hal yang memberatkan Richard, yakni majelis hakim menilai hubungan yang akrab dengan korban tidak dihargai oleh terdakwa sehingga akhirnya Brigadir Yosua meninggal.
Adapun hal
meringankan antara lain, majelis hakim menyatakan Richard Eliezer sebagai saksi
pelaku yang bekerja sama, bersikap sopan di persidangan dan belum pernah
dihukum. Majelis hakim juga melihat Richard yang masih muda dan diharapkan
mampu memperbaiki kelak di kemudian hari.
“Terdakwa
menyesali perbuatannya dan berjanji tidak menyesali perbuatannya lagi dan
keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan
terdakwa,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di ruang sidang utama
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 15 Februari 2023.
Richard Eliezer
Pudihang Lumiu, terdakwa eksekutor Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir
J, divonis satu tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard
Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” kata
Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.
Vonis lebih
rendah dari tuntutan jaksa
Vonis ini lebih
rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada Rabu, 18 Januari 2023, Richard
Eliezer dituntut jaksa 12 tahun penjara. Dalam surat tuntutannya, jaksa
menyimpulkan Richard Eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan
berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto
pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami jaksa
penuntut umum menuntut majelis hakim agar menyatakan Richard Eliezer terbukti
secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara
bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dakwaan Primer melanggar
Pasal 340 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pidana. Menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah
agar terdakwa tetap ditahan, dipotong masa penahanan,” kata jaksa saat
membacakan tuntutan.
Sebelum
membacakan tuntutan, jaksa penuntut umum mengatakan peran Richard Eliezer
Pudihang Lumiu sebagai eksekutor pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua
Hutabarat alias Brigadir J menjadi pemberat tuntutan 12 tahun.
“Hal yang
memberatkan adalah karena terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan
hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa sebelum
membacakan tuntutan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu hal
memberatkan lain karena perbuatan terdakwa Richard Eliezer menimbulkan duka
mendalam bagi keluarga korban dan menimbulkan keresahan, serta kegaduhan yang
meluas di masyarakat. Adapun hal yang meringankan adalah mempertimbangkan
Richard sebagai saksi pelaku dan keluarga Yosua telah memaafkan Richard. Selain
itu, Richard dianggap kooperatif selama persidangan.
Perintah
menembak
Selama di
persidangan Richard Eliezer mengaku Ferdy Sambo memerintahkannya menembak Yosua
saat ia dipanggil ke lantai tiga rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling 3,
Jakarta Selatan, 8 Juli 2022.
Richard
mengatakan saat itu dia dipanggil Ricky, yang menyampaikan ia dipanggil Ferdy
Sambo ke lantai tiga rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3. Ferdy Sambo
menanyakan apakah ia mengetahui soal kejadian di Magelang. Lalu Sambo menangis.
Richard mengaku tidak tahu. Tidak berapa lama Putri Candrawathi masuk dan duduk
di samping suaminya di sofa panjang. Di sana Ferdy Sambo mengaku istrinya,
Putri Candrawathi, dilecehkan oleh Yosua. Kemudian Ferdy Sambo menangis dan
Putri menangis di hadapan Richard.
“Memang ajar
anak itu! Sudah menghina Saya! Dia sudah menghina harkat martabat saya! Tidak
ada gunanya pangkat ini,” kata Richard sambil menirukan perkataan atasannya
yang sambol memegang tanda pangkat di kerahnya.
Ferdy Sambo
kemudian menyampaikan perintah ke Richard agar dia membunuh Yosua. Sebab, kata
dia, kalau dia sendiri yang membunuh tidak akan ada yang membela. Ferdy Sambo
pun menyampaikan rencananya.
“Jadi gini
Chad, lokasinya di 46 (rumah dinas). Nanti di 46 itu Ibu dilecehkan oleh Yosua,
terus Ibu teriak kamu respons, terus Yosua ketahuan. Yosua tembak kamu, kau
tembak balik Yosua, Yosua yang meninggal,” kata Richard menirukan perintah
Ferdy Sambo saat menjadi saksi mahkota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Selasa, 13 Desember 2022.
Richard
mengatakan saat itu Ferdy Sambo menyampaikan jelas perintahnya dan memastikan
Putri Candrawathi mendengarnya. Kemudian Ferdy menjelaskan kembali skenarionya
dan menguatkan Richard.
“Sudah kamu
enggak usah takut karena posisinya itu pertama kamu bela Ibu. Yang kedua kamu
bela diri karena dia nembak duluan,” kata Richard mengulangi omongan Ferdy
Sambo.
Richard mengaku
Putri Candrawathi saat itu sempat berbicara dengan Ferdy Sambo. Meski terdengar
samar, Richard mengaku mendengar Putri menyinggung soal CCTV dan sarung tangan.
Richard bahkan
melihat Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam dan memberikannya
sekotak amunisi 9 milimeter, serta memerintahkannya mengisi amunisi pistol
Glock-17 miliknya. Para terdakwa bersama korban lalu pergi ke rumah dinas Ferdy
Sambo di Kompleks Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, dengan alibi isolasi
mandiri untuk Covid-19.
Eksekusi Yosua
berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas
Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memerintahkan Kuat untuk memanggil Yosua
ke dalam saat ia berada di taman belakang. Tiba-tiba, Ferdy Sambo memegang
leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai
satu. Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat
Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua
melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk
berjaga-jaga apabila Yosua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar
lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.
Richard Eliezer
menjadi terdakwa terakhir yang divonis dalam perkara pembunuhan berencana ini.
Pada 14 Februari, Asisten Rumah Tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf divonis hukuman
15 tahun penjara oleh Majelis Hakim atas keterlibatanya dalam kasus pembunuhan
berencana Brigadir Yosua. Pada hari yang sama, mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky
Rizal divonis 13 tahun penjara. Vonis keduanya lebih berat dari tuntutan jaksa,
yaitu delapan tahun penjara.
Sementara itu,
pada 13 Februari majelis hakim memvonis istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi
dengan hukuman 20 tahun penjara. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa
delapan tahun penjara. Pada hari yang sama pula Ferdy Sambo divonis hukuman
mati. Ia dinilai majelis hakim terbukti merencanakan secara matang pembunuhan
terhadap ajudannya sendiri, Yosua, termasuk bersalah merintangi penyidikan
untuk menutupi pembunuhannya. Vonis mati Ferdy Sambo ini lebih berat dari
tuntutan jaksa, yakni penjara seumur hidup.[sb]