Mabes Polri
menyebut status justice collaborator yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan terhadap Bharada Richard Eliezer bakal dipertimbangkan dalam sidang
Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Hal tersebut
disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo terkait kemungkinan Richard
kembali ke Korps Bhayangkara usai divonis 1,5 tahun penjara dalam kasus
pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dedi menyebut
keputusan kembalinya Richard sebagai anggota Polri nantinya akan diputuskan
oleh Majelis Hakim KKEP sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
"Tentunya
berdasarkan PP (Peraturan Kapolri) 1 Tahun 2003, kemudian PP No 7 tahun 2022,
nanti ada mekanismenya Sidang KKEP," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis
(16/2).
Ia memastikan
dalam sidang etik tersebut nantinya Tim KKEP juga akan mempertimbangkan seluruh
masukan yang ada. Termasuk pendapat ahli dan juga status justice collaborator
yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pak
Kapolri sudah mempertimbangkan Polri untuk mendengarkan saran masukan dari
masyarakat. Karena yang terpenting rasa keadilan masyarakat harus terpenuhi
terkait kasus ini," jelasnya.
Saat ini Propam
Polri juga telah menjadwalkan pelaksanaan sidang KKEP terhadap Richard. Namun
belum diketahui secara pasti kapan sidang etik tersebut akan dilaksanakan.
"Nanti
apabila jadwal pastinya sudah ada, proses sidang dan hasilnya juga sudah ada,
Insyaallah akan sesegera mungkin kita sampaikan kepada rekan-rekan media,"
jelasnya.
Sebelumnya,
majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan saksi pelaku yang
bekerja sama atau justice collaborator terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu
atau Bharada E. Ketetapan itu membuat hakim menjatuhkan putusan pidana 1,5
tahun penjara.
Hakim anggota
Alimin Ribut Sudjono mengungkapkan Richard telah membuat terang kasus kematian
Yosua dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis serta berkesesuaian dengan
alat bukti tersisa lain sehingga membantu perkara a quo terungkap.
Hakim
mengapresiasi sikap Richard tersebut di tengah posisi yang sangat membahayakan
jiwa.
"Maka
kejujuran, keberanian dan keteguhan terdakwa dengan berbagai risiko telah
menyampaikan kejadian sesungguhnya sehingga layak terdakwa ditetapkan sebagai
saksi pelaku yang bekerja sama," ujar Hakim Alimin di ruang Oemar Seno
Adji PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2).
Dalam
menjatuhkan ketetapan ini, hakim mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana
(Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak
Pidana Tertentu.
Kemudian
Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU 13/2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Amicus curiae atau sahabat pengadilan
dari sejumlah pihak pun turut menjadi pertimbangan.[SB]