Empat senator
Amerika Serikat (AS) mengirim surat kepada Presiden Indonesia Joko Widodo
(Jokowi) berisi protes terkait Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
disahkan Desember 2022 lalu.
Surat tersebut
dikirimkan pada awal Februari lalu. Mereka yang menandatangani surat itu di
antaranya Edward Markey, Tammy Baldwin, Tammy Duckworth, dan Cory Booker.
Keempatnya merupakan politikus Partai Demokrat.
Berikut isi
lengkap surat tersebut:
Kepada yang
terhormat
Presiden Joko
Widodo,
Tahun lalu
dalam kunjungan ke Indonesia untuk KTT G20, Presiden Biden menunjukkan niatnya
untuk memperkuat hubungan AS-Indonesia dan berbagi kepentingan sebagai dua
negara demokrasi terbesar di dunia. Dia (Biden) menyebut Indonesia sebagai
'mitra penting'.
Penting pula
bagi Amerika Serikat dan Indonesia untuk bekerja bersama menjalankan sistem
berbasis aturan dan tatanan sosial, serta menegakkan hak asasi manusia. Dengan
semangat hubungan ini lah, kami menulis surat kepada Anda dengan keprihatinan
mendalam tentang hukum pidana baru yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 lalu.
Sebagai
legislator, kami sangat prihatin melihat beberapa aturan dalam UU KUHP baru
yang jika diterapkan akan berdampak negatif terhadap masyarakat sipil dan
perlindungan Hak Asasi Manusia. Termasuk hak atas kebebasan berekspresi, hak
kebebasan pers, dan akses ke layanan kesehatan, serta dampak buruk pada
kelompok yang termarjinalkan dan rentan.
Kami mendesak
Anda untuk mempertimbangkan kembali penerapan aturan tersebut. Kemudian
memastikan bahwa setiap pasal yang dimasukkan ke dalam KUHP terbaru konsisten
dengan kewajiban HAM internasional yang dipercaya Indonesia dan prinsip-prinsip
konstitusionalnya sendiri.
Kami semua
setuju bahwa media yang bebas dan independen serta kebebasan untuk berkumpul
secara damai merupakan landasan penting bagi pemerintahan demokratis.
Sedangkan, KUHP baru Indonesia memuat beberapa pasal yang dapat digunakan untuk
membatasi kebebasan media.
Seperti aturan
untuk kriminalisasi penyebaran berita yang belum diverifikasi, serta perluasan
aturan pencemaran nama baik dan fitnah dapat mempermudah pihak berwenang untuk
mengadili pihak-pihak yang mengkritik pemerintah.
Aturan lain
dalam KUHP yang mengkriminalisasi aktivitas seksual konsensual di luar
pernikahan akan berdampak secara tidak proporsional pada kelompok terpinggirkan
dan rentan. Terutama bagi perempuan, masyarakat adat, dan mereka yang menjadi
sasaran karena disabilitas, orientasi seksual, identitas atau ekspresi gender.
Selain itu,
kami prihatin dengan aturan yang mengkriminalisasi sosialisasi penggunaan
kontrasepsi dan aborsi. Aturan itu secara inheren melanggar hak privasi jutaan
orang.
Lebih jauh,
kami juga prihatin dengan perluasan UU Penodaan Agama yang muncul 1965 di
Indonesia, termasuk larangan untuk meninggalkan agama atau kepercayaan. Sebab,
larangan ini tidak sejalan dengan kewajiban Indonesia untuk mematuhi Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta merusak prinsip
konstitusional Indonesia tentang pluralisme, toleransi, dan keragaman.
Tak hanya soal
HAM, kami juga mencatat potensi dampak KUHP baru tersebut bagi perekonomian
Indonesia. Seperti yang diungkapkan Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim pada
acara US-Indonesia Investment Summit bahwa, "Mengkriminalkan keputusan
pribadi individu akan menjadi bagian besar dalam matriks keputusan banyak
perusahaan untuk menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia atau tidak.
Hasil (pelaksanaan KUHP baru) juga dapat mengurangi investasi asing,
pariwisata, dan perjalanan."
Perusahaan dan
lembaga keuangan di AS sudah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap UU ini
termasuk potensi dampaknya terhadap investasi dan operasi bisnis di Indonesia.
Kami sangat mendesak Anda untuk mempertimbangkan dampak ekonomi besar-besaran
di Indonesia yang akan terjadi jika mayoritas lembaga keuangan membatasi
investasi mereka di Indonesia karena hukum pidana yang baru.
Dengan hormat
kami menantikan pemerintahan Anda untuk menghubungi pejabat pemerintah AS,
sebab kami mendukung pemerintahan yang mengejar demokrasi, HAM, dan nilai-nilai
universal. AS dan Indonesia akan tetap menjadi mitra yang demokratis dalam
komunitas internasional. Kami juga siap dan bersedia ikut terlibat dalam
isu-isu ini dan lainnya.
Kami berterima
kasih atas perhatian Anda dan tak sabar untuk memperkuat hubungan bilateral
yang kuat.
Selain senator
AS, KUHP anyar tersebut juga mendapatkan protes dari Menteri Luar Negeri AS
Antony Blinken. Hal itu disampaikan Blinken melalui sebuah telpon dengan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
"Menlu Blinken menyampaikan keprihatinan AS mengenai ketentuan tertentu dari hukum pidana baru di Indonesia," bunyi pernyataan Kemlu AS, Kamis (16/2).[sb]