Bencana gempa
bumi yang melanda Turki, Suriah, dan sekitarnya pada 6 Februari 2023 lalu
memang sangat besar sehingga menyebabkan kerusakan parah.
Hal itu menarik
perhatian seorang dosen Fakultas Teknik Universitas Andalas (Unand), Ir. Benny
Dwika Leonanda, S.T., M.T., IPM, ASEAN Eng. Ia berasumsi bahwa gempa Turki
merupakan bencana buatan.
Melalui
cuitannya di akun Twitter @bdleonanda pada 7 Februari 2023, Benny menuliskan
kemungkinan adanya keterkaitan antara gempa Turki dengan teknologi buatan
Nikola Tesla.
Benny menjelaskan
bahwa Nikola Tesla merupakan pencipta listrik bolak balik dan alat pembuat
gempa bumi.
Penemuan Tesla
yang sempat menggoncang peralatan dan bangunan di sekitar akhirnya disita
pemerintah Amerika setelah ia meninggal dunia.
“Pertanyaannya
adalah apakah gempa Turki adalah salah satu bentuk karya yang dia (Nikola
Tesla) buat pada awal abad ke-20. Perhatikan perbendaran cahaya sesaat sebelum
gempa dan selama gempa terjadi (video). Asumsi awal adalah gempa Turki adalah
gempa buatan,” tulis Benny.
Dalam video
yang ia tautkan, Dosen Unand itu berpendapat bahwa suara gempa dalam rekaman
tak seperti getaran gedung yang ia dengar selama ini saat gempa di Padang.
Menurut Benny,
gempa di Padang terdengar seperti getaran berjalan diikuti suara mendekat dari
arah sumber gempa dan berupa getaran gedung, bukan suara dari tanah atau dari
udara.
Dalam kolom
komentar di utas buatannya, Benny juga mengungkapkan kemungkinan adanya tujuan
tertentu apabila gempa Turki memang buatan.
“Jika hal ini
benar bahwa gempa Turki adalah gempa buatan, tujuannya tentu untuk melemahkan
Turki. Dengan adanya gempa bumi, Turki akan merasa berhutang dan berterima
kasih kepada pihak yang memberikan bantuan,” ketiknya.
Beberapa
warganet lantas mengaitkan asumsi Benny dengan teknologi HAARP. Apakah itu?
Berdasarkan
situs LP2M Universitas Medan Area, HARRP atau High Frequency Active Auroral
Research Program adalah penelitian ionosfer oleh Amerika Serikat.
Beberapa
teoriwan konspirasi menyebut HAARP dapat mengatur cuaca, satelit, badai,
kekeringan, berbagai penyakit, hingga gempa bumi apabila disalahgunakan.
Sementara itu,
ahli gempa bumi BMKG bernama Daryono memberikan penjelasan terkait fenomena
cahaya saat gempa Turki yang banyak dikaitkan dengan pemanfaatan teknologi.
“Fenomena
pencahayaan (lightning) saat pelepasan energi gempa satu hal yang sangat lazim
terjadi di berbagai tempat di muka bumi, itu aktivitas gelombang
elektromagnetik. Jangan kejauhan lah mikir HAARP segala,” tulisnya di akun
Twitter @DaryonoBMKG.
Ia juga
menuturkan alasan di balik dampak destruktif yang disebabkan gempa Turki.
Penyebabnya
antara lain magnitudo yang besar (7,8 SR), gempa kerak dangkal, terangkai dari
tiga gempa besar (7,8; 6,7; dan 7,5), terjadi pukul empat pagi saat warga masih
tidur, serta terdapat empat kota besar yang mengelilingi pusat gempa
(Gaziantep, Kahramanmaras, Pazarcik, dan Nurdagi).[sb]