Nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, atau Jokowi,
naik 36,7% selama delapan tahun masa pemerintahannya. Kenaikan tersebut jauh
lebih kecil dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai PDB atas dasar harga konstan 2000 pada
awal pemerintahan Presiden SBY atau 2004 tercatat Rp 1.660,6 triliun.
Pada 2013,
nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 tercatat Rp 2.770,3 triliun.
Artinya, pada periode tersebut nilai PDB domestik bertambah Rp 1.109,7 triliun
atau naik 66,83%.
BPS mengubah
tahun dasar perhitungan PDB dari 2000 menjadi 2010. Berdasarkan hitungan tahun
dasar 2010, PDB atas harga konstan pada 2013 tercatat Rp 8.156,49 triliun.
Tahun 2013
adalah masa terakhir Presiden SBY menjabat penuh. Pada akhir Oktober 2014,
pemerintahan berganti dari SBY ke Jokowi.
Pada 2014,
nilai PDB atas harga konstan tercatat Rp 8.564,87 triliun. Delapan tahun
kemudian atau pada 2022, nilai PDB atas harga konstan tercatat Rp 11.710,4
triliun.
Artinya, nilai
PDB Indonesia naik Rp 3.145,53 triliun atau 36,73% pada era Presiden Jokowi.
Secara
prosentase, pertumbuhan ekonomi era Presiden SBY juga lebih tinggi. Selama
2004-2013, rata-rata ekonomi Indonesia tumbuh 5,78% sementara pada 2014-2022
sebesar 4,12%.
Baik Presiden
Jokowi ataupun SBY pernah sama-sama diuntungkan oleh booming komoditas. Namun,
masa pemerintahan Jokowi diuji oleh pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan
ekonomi global dan domestik.
SBY diuntungkan
booming komoditas pada pertengahan 2000an yang ditopang oleh pertumbuhan double
digit China sementara booming komoditas Jokowi pada 2022 karena perang
Rusia-Ukraina.[SB]