Badan Pengelola
Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyeret Kementerian Perdagangan
(Kemendag) dalam pusaran utang subsidi Rp344,35 miliar ke pengusaha terkait
minyak goreng murah.
Direktur Utama
BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan pihaknya berpegang teguh pada Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak
Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh
BPDPKS.
"BPDPKS
membayar selisih antara harga keekonomian dengan harga eceran tertinggi (HET)
minyak goreng yang disalurkan setelah BPDPKS menerima hasil verifikasi dari
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag," kata Eddy kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (15/2).
"Sampai
saat ini BPDPKS belum menerima hasil verifikasi tersebut, sehingga tagihan dari
anggota asosiasi ritel belum bisa dibayar. Untuk itu bisa di cek ke Dirjen PDN,
status verifikasi tagihan tersebut sudah sampai mana?" sambungnya.
Di dalam Bab
III Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dijelaskan soal verifikasi adalah bagian dari
rangkaian yang harus diselesaikan sebelum BPDPKS membayar uang selisih harga
tersebut.
Secara khusus
di bab tersebut, yakni pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa untuk memperoleh dana
pembiayaan minyak goreng kemasan, pelaku usaha harus mengajukan permohonan
pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan kepada BPDPKS.
Kemudian, di
pasal 8 ayat 2 disebutkan permohonan itu disampaikan secara tertulis disertai
laporan rekapitulasi dan bukti transaksi penjualan pada setiap distributor atau
pengecer yang berisikan nama, volume, dan harga dari yang diserahkan; dan
faktur pajak.
Lebih lanjut,
di pasal 9 ayat 3 dijelaskan bahwa verifikasi terhadap profil pelaku usaha dan
jaringan distribusi dan verifikasi penyaluran minyak goreng kemasan meliputi:
nama jaringan distribusi serta volume dan harga yang didistribusikan.
"Verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) diselesaikan paling lambat 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan verifikasi dan
BPDPKS," tulis pasal 10 ayat 1.
Kemudian, pasal
10 ayat 2 menegaskan bahwa hasil verifikasi tersebut digunakan sebagai dasar
penentuan besaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan.
"Hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri melalui
Direktur Jenderal kepada Direktur Utama BPDPKS," tulis pasal 10 ayat 3.
Sementara itu,
pasal 11 menyatakan bahwa pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan oleh
BPDPKS dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen
pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BPDPKS.
Dirut BPDPKS
Eddy Abdurrachman menegaskan bahwa pihaknya akan membayar uang selisih harga
tersebut sesuai dengan hasil verifikasi Kemendag, sebagaimana diatur dalam
permendag.
Di lain sisi,
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Kasan
menolak berkomentar soal utang Rp344,45 miliar tersebut. "Mohon maaf saya
belum bisa komentar," jawabnya singkat saat dihubungi.
Padahal, Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengeluh
di hadapan Komisi VI DPR RI soal utang yang belum dibayarkan pemerintah
tersebut.
Roy mengatakan
uang rafaksi itu terkait penjualan minyak goreng kemasan seharga Rp14 ribu per
liter di toko ritel pada Januari 2022 lalu. Ia mengatakan jumlah ritel Aprindo
yang terlibat dalam penjualan itu mencapai 42 ribu.
Uang itu
berasal dari selisih harga pembelian minyak goreng kemasan yang lebih tinggi
dibandingkan harga jual di ritel modern.
Roy membeberkan
bahwa pemerintah menugaskan Aprindo untuk menjual minyak goreng kemasan sebesar
Rp14 ribu mulai 19 Januari 2022.
Padahal,
menurutnya pengusaha ritel harus membeli minyak goreng kemasan dari distributor
lebih dari Rp14 ribu per liter. Saat itu, produsen menjual minyak goreng kemasan
dari Rp16 ribu-Rp20 ribu per liter.
Ia juga
mempertanyakan terkait rafaksi yang belum dibayarkan kepada Menteri perdagangan
Zulkifli Hasan beberapa waktu lalu. Namun, Zulkifli saat itu mengatakan bahwa
uang subsidi selisih harga untuk peritel itu sudah tidak berlaku.
Ini karena
Pasal 3 Permendag Nomor 3 tahun 2022 berbunyi penyediaan minyak goreng satu
harga hanya enam bulan.
"Jadi sangat disayangkan ketika ada pernyataan sudah tidak berlaku. Jadi nah karena sudah habis masa berlaku sehingga dikatakan tidak ada landasan regulasi untuk membayarkannya. Ini kami kaget sekaget-kagetnya dan bingung sebingung-bingungnya," ungkap Roy dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (14/2).[SB]