Sebuah kisah menceritakan pengalaman seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang diklaim terdesak oleh nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) kampusnya viral di media sosial Twitter.
Oleh akun @rgantas, kisah itu dibagikan melalui sebuah utas pada Rabu (11/1) kemarin dan sudah dicuit ulang sebanyak 7.537 kali dan disukai lebih dari 23 ribu kali pada Kamis (12/1) siang.
CNNIndonesia.com telah meminta izin kepada Rachmad Ganta Semendawai (24) warga Palembang, Sumatera Selatan, selaku pemilik akun @rgantas sekaligus rekan sang mahasiswi berinisial NRFA alias R untuk mengutip cuitan dari utasnya.
Ganta memulai utasnya itu dengan menjelaskan bahwa R tak bisa menjelaskan secara langsung kondisi yang dialaminya terkait UKT ini lantaran mahasiswi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNY angkatan 2020 tersebut telah wafat 9 Maret 2022 silam.
Ganta menuliskan, rekannya itu berasal dari sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah dan bukan dari kalangan berada. Orangtua R hanyalah penjual sayur gerobak di pinggir jalan yang juga harus menghidupi empat anak lainnya yang masih bersekolah.
Kasus R, menurut Ganta, adalah di mana nominal UKT mahasiswa UNY melampaui kapasitas keuangan pembayarnya. Menurut dia, ini bukan barang baru tapi kasus rekannya sedikit berbeda.
"Ia sudah mengisi nominal pendapatan yang sesuai dengan kondisi ekonominya. Tetapi, saat diminta mengupload beberapa berkas, ia tidak punya laptop. Sehingga ia meminjam hp tetangganya di desa," tulis Ganta di akun @rgantas miliknya.
Dikarenakan ponsel milik tetangganya yang kurang canggih, R gagal mengunggah berkas-berkas yang diminta. R pun mensinyalir inilah alasan mengapa nominal UKT-nya melonjak hingga Rp3,4 juta.
"(UKT di UNY) itu ada tingkatan level (golongan), Rp3,4 juta itu salah satu tingkatan level. Tapi itu bukan terendah, level terendah kalau nggak salah Rp500 ribuan," kata Ganta menambahkan saat dihubungi, Kamis (12/1).
Kembali ke utas, berkat bantuan guru-gurunya di sekolah dulu maka UKT semester pertama terbayarkan dan R bisa menjadi mahasiswa UNY.
"Selama menjadi mahasiswa, ia dikenal sebagai orang yang ceria. Sangat ceria malah menurutku. Sayang keceriannya mulai luntur tiap mendekati pembayaran UKT, seperti sekarang ini. Ancaman putus kuliah, seolah meremas-remas hatinya. Menyergap semua mimpi indah yang ia bangun," tulis Ganta.
R mencoba segala cara demi bisa membayar UKT semester II, termasuk dengan cara bekerja paruh waktu. Dia juga bolak-balik ke Rektorat UNY guna mengajukan keberatan terhadap nominal UKT. Tapi, menurut Ganta, rekannya itu malah 'diping-pong' ke sana kemari.
Padahal, kata Ganta, dia juga baru mengetahui R selalu jalan kaki pulang pergi dari rumah indekosnya daerah Pogung sampai kampusnya di Jalan Colombo. Jaraknya sekitar 2,3 kilometer berdasarkan Google Map.
"Riska memang selalu jalan kaki ke mana saja. Mahfum, ia ga memiliki cukup uang untuk memesan driver online," tulis Ganta.
R bahkan disebut sangat senang ketika mendapat abon untuk lauk makannya atau pun mie instan. Peralatan mandi juga merupakan pemberian teman-teman yang bersimpati kepada R.
"R pernah bilang, bila akhirnya dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Ia ingin kerja agar dapat menguliahkan adiknya. Dia ingin mewujudkan mimpi adiknya.
Kata itu terucap saat lagi-lagi masa pembayaran UKT mendekati deadline. Ia nyaris kehilangan asa, karena tak bisa membayar UKT," tulis Ganta.
Ganta mengaku sempat menghubungkan R dengan pihak birokrat kampus untuk pengajuan penurunan UKT. Saat itu pengajuan diterima dan nominalnya berkurang Rp600 ribu. Ganta mencantumkan tangkapan layar percakapan WhatsApp-nya dengan R yang pesimis bisa membayar UKT semester II. Detik-detik akhir bantuan datang dari patungan rekan-rekan, Dosen Pembimbing Akademik (DPA) hingga Kepala Jurusan R.
Karena belum cukup, R dan orang tuanya mencari sisanya dengan berutang di saat ekonomi keluarga kian sulit akibat badai pandemi Covid-19. UKT semester itu pun terlunasi. Setelahnya, Ganta mengaku tak mendengar kabar R lagi. Ada dua informasi yang ia terima, pertama R menyerah dan dia lebih percaya kabar kedua yang menyebutkan rekannya itu cuti kuliah untuk bekerja.
Belum sampai Ganta bisa mendapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di benaknya soal R, dia keburu mendapat berita tidak mengenakkan.
"Selama ini dia mengidap hipertensi yang amat buruk. Ancaman putus kuliah kian memperburuk keadaannya. Setelah beberapa waktu tidak kuliah, tiba-tiba muncul kabar ia sedang kritis di RS. Pembuluh darah di otaknya pecah," cuit Ganta.
R pun akhirnya meninggal pada 9 Maret 2022. Di hari pemakaman R, ibunda almarhumah bercerita ke Ganta bahwa putrinya itu adalah pribadi tangguh yang terbiasa membantu orang tua mencari penghasilan ke sana kemari sedari kecil.
Baginya, R adalah korban dari kejamnya institusi dan sistem pendidikan di negeri ini lewat komersialisasi pendidikan. Dia melihat perjuangan dan kepergian R jadi alasan semua pihak untuk terus mengawasi tata kelola institusi besar seperti UNY.
"Karna UNY nampaknya tidak pernah belajar. Terbaru, mekanisme penurunan UKT, hanya diberikan pada mahasiswa yang orang tuanya meninggal. Apakah ini tidak terlampau kejam? Apakah harus ada yang meninggal untuk mendapatkan keringanan besar? Logika ini sudah tidak waras," tulisnya.
Tanggapan UNY
Rektor UNY Sumaryanto pun angkat bicara terkait kasus tersebut. Ia mengaku sedih mendengar kisah tersebut.
"Saya sedih, sangat berduka kalau sampai penyebabnya mahasiswa sampai tidak bisa bayar, sampai depresi, saya betul-betul sedih," ucap Rektor UNY Sumaryanto dikutip Detik.com.
Menurutnya, UNY memiliki komitmen untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial. "Jadi betul-betul kalau ada mahasiswa kesulitan uang, kalau bukan UNY yang membantu Sumaryanto, komitmennya seperti itu secara pribadi," tegasnya.
Di UNY, lanjut dia, UKT terendah yakni Rp500 ribu hingga Rp6 jutaan per semester. "UKT terendah Rp 500 ribu satu semester, tertinggi sekitar Rp6 jutaan kalau FT (Fakultas Teknik), kalau FIK (Fakultas Ilmu Keolahragaan) Rp5 jutaan," kata Sumaryanto.[SB]