Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menyebut Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah mengabaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Kasus-kasus yang dimaksud meliputi kasus pembunuhan aktivis HAM Munir pada 2004, kasus Paniai Berdarah di Papua (2014), operasi militer di Timor Timur (1975-1999), dan tragedi Tanjung Priok (1984).
JSKK menyampaikan ini sebagai tanggapannya atas pernyataan terbaru Jokowi yang mengakui adanya 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
"Pemerintah hanya memilih 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat dan mengabaikan sederet perkara pelanggaran HAM berat lainnya seperti operasi militer di Timor Timur (1975-1999), tragedi Tanjung Priok 1984, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib di 2004, atau kasus Paniai 2014," tulis JSKK dalam surat terbukanya kepada Jokowi, Kamis (12/1).
3 Penyebab Pelanggaran HAM Berat Versi Tim PPHAM Bentukan Jokowi
JSKK menyampaikan ada yang lebih penting dari pengakuan dan penyelesaian dari negara, yakni memproses hukum para pelaku di pengadilan.
"Yang paling penting adalah adanya proses hukum untuk menuntut pertanggungjawaban penjahat HAM berat di pengadilan," katanya.
Mereka juga menganggap pernyataan Jokowi kemarin tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan langkah konkret melalui pertanggungjawaban hukum. Mereka menilai langkah penyelesaian nonyudisial yang dicanangkan pemerintah hanya akan melanggengkan impunitas bagi para pelaku.
Menurut mereka, satu-satunya langkah mengakhiri impunitas ialah dengan menggelar pengadilan HAM yang termaktub dalam UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM.
"Kami mengingatkan bapak presiden bahwa mengakhiri impunitas dengan melakukan penuntutan dan penghukuman pelaku melalui pengadilan HAM sesuai dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM," tegas JSKK.
Sebelumnya, Jokowi mengakui dan menyesalkan dengan adanya kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
"Dengan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Rabu (11/1).
Dalam kesempatan itu, Jokowi menyebutkan 12 kasus pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia.
Antara lain peristiwa tersebut meliputi, kerusuhan Mei 1998, 1965-1966, penembakan misterius tahun 1982-1985, tragedi Rumah Geudong di Aceh tahun 1989, dan penghilangan orang paksa di tahun 1997-1998.[sb]