Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memberi kesaksian di sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (7/12)
Ia bersaksi untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer (Bharada E), Bripka Ricky Rizal (Bripka RR) dan Kuat Ma'ruf yang didakwa telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Bharada E, Brigadir J, dan Bripka RR adalah ajudan Sambo selaku Kadiv Propam, sementara Kuat Ma'rud adalah asisten rumah tangganya.
Dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J tersebut, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, juga berstatus sebagai terdakwa.
Terdapat sejumlah pengakuan yang disampaikan Sambo dalam persidangan kemarin seperti tetap bersikukuh istrinya telah diperkosa Brigadir J di rumah mereka di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022. Ia pun bersikeras mengklaim peristiwa itu menjadi latar belakang merencanakan menghabisi Brigadir J di Jakarta.
Berikut ini rangkuman poin-poin klaim Sambo dalam kesaksiannya sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J:
Mengaku Perintahkan Bharada E Setop Tembaki Brigadir J
Sambo menceritakan detik-detik peristiwa penembakan terhadap Brigadir J di rumah dinasnya pada 8 Juli lalu. Sambo menuturkan saat dirinya melintas di Duren Tiga, ia melihat Brigadir J berada di depan gerbang rumah dinas. Di benaknya lantas terbesit peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri.
Sambo kemudian memerintahkan ajudannya, Adzan Romer untuk menghentikan mobilnya. Ia berniat meminta konfirmasi kepada Brigadir J ihwal peristiwa pelecehan di Magelang.
Saat turun dari mobil, senjata milik sambo sempat terjatuh. Sambo mengatakan senjata yang terjatuh itu merupakan Combat Wilson Kaliber 45.
"Kemudian saya masuk ke dalam, saya lihat Ricky masih parkir mobil saat itu. Saya masuk ke dalam ketemu Kuat di dapur, saya sampaikan ke Kuat, mana Yosua, panggil," kata Sambo.
Namun, Sambo mengaku tak melihat Putri saat memasuki area rumah. Setibanya di dalam rumah, ia melihat Bharada E turun dari lantai atas. Setelahnya, Brigadir J bersama Kuat masuk rumah diikuti oleh Ricky.
Emosi Sambo memuncak saat berhadapan dengan Brigadir J karena peristiwa pelecehan itu terngiang-ngiang di ingatannya.
"Saya sampaikan kepada Yosua, kenapa kamu tega sama ibu. Jawaban Yosua tidak seperti yang saya harapkan, dia malah menanya balik, 'ada apa komandan', seperti menantang," ujarnya.
Kemudian Sambo memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J. Namun, yang terjadi justru penembakan.
"Saya kemudian lupa saya, tidak bisa mengingat lagi, saya bilang 'kamu kurang ajar' saya perintahkan Richard untuk 'hajar Chad'," tutur Sambo.
"'Hajar Chad, kamu hajar Chad'. Kemudian ditembak lah Yosua sambil maju sampai roboh, Yang Mulia," imbuhnya.
Sambo mengatakan kejadian penembakan itu berjalan begitu cepat. Ia mengaku kaget saat Bharada E melepaskan tembakan ke arah Brigadir J.
"Itu kejadian cepat sekali tidak sampai sekian detik, karena cepat sekali penembakan itu. Kemudian saya kaget, saya sampaikan stop berhenti, begitu melihat Yosua jatuh kemudian sudah ada berlumuran darah saya jadi panik yang mulia," ujar Sambo.
Mengaku Beruntung CCTV di Rumah Rusak
Sambo merasa beruntung lantaran CCTV rumah dinas yang menjadi lokasi penembakan Brigadir J rusak. Ia memanfaatkan rusaknya CCTV itu untuk melancarkan skenario tembak-menembak antara Brigadir J dengan Bharada E.
Pengakuan itu bermula saat hakim ketua Wahyu Iman Santoso menanyakan kondisi CCTV rumah dinas Duren Tiga. Sambo mengatakan CCTV tersebut rusak. Hal itu diketahui usai Sambo bertanya kepada asisten rumah tangga (ART) Diryanto alias Kodir tak lama peristiwa penembakan.
"Saudara mengatakan menanyakan kepada Kodir, kapan itu saudara tanya?" tanya hakim.
"Setelah kejadian. Malam hari," jawab Sambo.
"Pada saat jenazah sudah diangkut atau belum?" tanya hakim lagi.
"Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya menanyakan kepada Kodir waktu itu, karena sudah disampaikan bahwa itu rusak. Maka saya yakin saja kalau itu rusak seandainya itu hidup, pasti tidak akan seperti ini," jawab Sambo.
Kemudian, Sambo mengaku mengetahui bahwa CCTV itu benar-benar rusak saat Bareskrim Polri melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk yang kedua kalinya.
Hakim lantas mencecar mengenai pernyataan Sambo yang disampaikan kepada anggota Polres Metro Jakarta Selatan bahwa CCTV di rumah dinas rusak.
"Kalau anda baru tanya malam, kenapa pada saat Polres tanya, soal Sulap Abo mengenai CCTV, saudara sudah bisa katakan rusak. Kemarin anggota saudara sendiri AKBP Arif mengatakan hal yang sama," ujar hak.
"Mohon maaf yang mulia, AKBP Arif menanyakan pada saat prarekon," jawab Sambo.
"Pada saat Sulap Abo (bertanya)?" tanya hakim lagi.
"Kemungkinan setelah saya mengecek ke Kodir Yang Mulia," jawab Sambo.
Mendengar hal itu, hakim pun meminta agar Sambo konsisten dengan keterangannya. Namun, Sambo mengaku dirinya konsisten dalam memberikan keterangan.
"Ya saya konsisten, Yang Mulia, yang jelas karena saya tahu itu rusak dari Kodir, kemudian saya sampaikan bahwa itu sudah rusak. Saya percaya dia yang menjaga rumah. Jadi istilahnya mohon maaf, Yang Mulia, ya beruntung itu rusak," kata sambo.
Sambo mengaku beruntung atas rusaknya CCTV rumah dinas Duren Tiga, sehingga ia bisa membuat skenario tembak-menembak.
"Beruntung itu (CCTV) rusak kalau itu tidak rusak pasti saya tidak akan berani membuat cerita seperti ini karena ada barang bukti di rumah," ujar Sambo.
Terdeteksi Bohong saat Jawab Tak Menembak Brigadir J
Sambo mengungkap hasil tes poligraf atau 'detektor kebohongan' terkait pengakuannya tak ikut menembak Brigadir J. Ia mengatakan hasil pemeriksaan terhadap dirinya adalah tidak jujur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mulanya menanyakan terkait pemeriksaan poligraf yang dijalankan saat pemeriksaan di Bareskrim Polri.
"Saudara saksi pernah gak saudara diperiksa poligraf?" tanya jaksa.
"Pernah," jawab Sambo.
Jaksa lantas menanyakan apakah Sambo turut menembak Brigadir J. Sambo dengan tegas menjawab tidak.
"Di dalam pertanyaan di poligraf saudara ditanyakan apakah saudara melakukan penembakan terhadap Yosua? Jawaban saudara apa?" tanya hakim.
"Tidak," jawab Sambo.
Sambo menyebut hasil uji tes poligraf menyatakan dirinya tidak jujur ihwal keterangannya tak menembak Brigadir J.
"Sudahkah hasilnya saudara ketahui?" tanya jaksa.
"Sudah," jawab Sambo.
"Apa?" tanya jaksa lagi.
"Tidak jujur," terang Sambo.
Sambo kemudian meminta agar Majelis Hakim memberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang ia sampaikan terkait hasil tes poligraf.
Menurutnya, hasil tes tersebut tidak bisa digunakan dalam pembuktian di pengadilan.
"Jadi poligraf itu setahu saya tidak bisa digunakan dalam pembuktian di pengadilan. Hanya pendapat saja. Jadi jangan sampai framing ini membuat media mengetahui bahwa saya tidak jujur," ujarnya.
Brigadir J Masuk Kamar, Mengancam dan Perkosa Putri
Sambo mengungkap cerita Putri saat diklaimnya mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli lalu. Putri menceritakan peristiwa itu di rumah Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan sepulang dari Magelang.
Sambo berkata sambil menangis Putri menyebut bahwa Brigadir J telah memasuki kamarnya saat ia tidur. Brigadir J kemudian mengancam Putri dan melakukan pemerkosaan.
"'Kurang ajar seperti apa Yosua yang kamu telepon semalam?'. Istri saya kemudian nangis, Yang Mulia. Dia ceritakan bahwa Yosua masuk ke kamar, dia dalam kondisi tidur, istri saya tidur kemudian tiba-tiba Yosua sudah ada di depan istri saya, Yang mulia. Istri saya kemudian kaget, tapi kemudian Yosua mengancam, Yang Mulia," kata Sambo.
"Kemudian istri saya menyampaikan, dia kemudian melakukan perkosaan terhadap istri saya," sambungnya.
Sambo mengaku kaget saat mendengar cerita pelecehan itu. Ia tak menyangka peristiwa yang menimpa Putri sangat fatal.
"Saya kaget Yang Mulia karena saya tidak berpikir akan fatal seperti itu kejadiannya. Seandainya saya diceritakan malam, pasti saya akan lakukan upaya untuk mengamankan istri saya. 'Sayang, kok bisa seperti itu?', 'dia masuk kemudian mengancam saya, saya dalam kondisi sakit'," ucap Sambo.
Usai mengancam, Putri menyebut Brigadir J kemudian melakukan pemerkosaan dan mengempaskan tubuhnya.
"Kemudian dia melakukan pemerkosaan Yang mulia. Kemudian dia mengancam juga dan mengempaskan istri saya," kata Sambo.
Dilarang Putri Kontak Polda Jateng Usai Peristiwa Magelang
Sambo mengaku dilarang Putri saat hendak menghubungi Kapolda Jawa Tengah usai peristiwa pelecehan seksual di Magelang.
Pengakuan itu bermula saat hakim ketua Wahyu Iman Santoso bertanya kemungkinan yang terjadi jika Ferdy Sambo menghubungi Polda Jawa Tengah.
"Seandainya malam itu anda menghubungi Kapolres atau Kapolda kira-kira apa tanggapannya?" tanya hakim.
"Pasti akan atensi," jawab Sambo.
"Pasti atensi melihat posisi saudara saat itu," kata hakim.
"Iya yang mulia," jawab Sambo.
Kendati demikian, Sambo tidak menghubungi Kapolres maupun Kapolda terkait pelecehan seksual yang terjadi pada Putri.
"Saya tidak melakukan," ujarnya.
"Saudara saat itu menempatkan dua ajudan dan satu ART di rumah. Betul ya?" tanya hakim.
"Betul," jawab Sambo.
"Tetapi saudara tidak lakukan apapun?" tanya hakim lagi.
"Saya diminta oleh istri saya untuk tidak menghubungi mereka," terang Sambo.
Sambo mengatakan Putri melarang dirinya menghubungi kepolisian setempat. Sambo juga dilarang Putri menanyakan ihwal kronologi peristiwa pelecehan kepada para ajudannya.
"Diminta istri saudara untuk tidak menghubungi mereka. Saudara dilarang menghubungi aparat setempat padahal saudara mampu melakukan hal itu dan saudara dilarang bercerita kepada mereka," ujar hakim.
"Saya mampu," kata Sambo.
"Dilarang menanyakan kejadian tersebut karena kekhawatiran istri saya terhadap keselamatannya," imbuhnya.
Putri Cinta Pertama, Sambo Percaya 1000 Persen
Sambo mengatakan Putri merupakan cinta pertamanya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Ia mengaku mempercayai Putri 1.000 persen.
Mulanya, hakim ketua Wahyu Iman Santoso mencecar Sambo mengenai cerita peristiwa pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah, yang disampaikan oleh Putri. Sambo menuturkan dirinya sangat mempercayai Putri terkait hal tersebut.
"Apakah saudara tidak merasa ada yang janggal. Artinya begini, saudara ini kan Kadiv Propam yang biasa melakukan pemeriksaan. Apakah apa yang disampaikan istri saudara karena kedekatan yang luar biasa pada saudara, itu yang menjadikan saudara tidak dapat berpikir sehingga apapun yang terjadi mempercayai apa yang disampaikan istri saudara?" tanya hakim.
"Yang Mulia, saya perlu sampaikan bahwa istri saya ini adalah cinta pertama saya di SMP sampai menuju pelaminan, saya percaya seratus persen, bahkan seribu persen keterangan dari istri saya," jawab Sambo.
Hakim lantas mempertanyakan apakah kepercayaan itu yang membuat Sambo tega menghabisi nyawa Brigadir J. Sambo pun mengamini hal itu.
"Itulah yang menjadikan motif sudara yang melakukan tindakan yang sampai saat ini?" tanya hakim.
"Demikian Yang Mulia," jawab Sambo.
"Jadi, berdasarkan keterangan dari istri Saudara? Apakah itu benar atau tidak benar, saudara percaya begitu karena kedekatan Saudara?" tanya hakim lagi.
"Saya pastikan itu benar Yang Mulia," ujar Sambo.
Tak Tahu 7 Luka Tembak di Tubuh Brigadir J
Sambo menyebut Bharada E menembak Brigadir J sebanyak lima kali. Sementara Sambo tak ikut menembak.
Pengakuan itu bermula saat hakim ketua Wahyu Iman Santoso menegaskan terkait hasil uji tes poligraf atau deteksi kebohongan soal keterangan Sambo yang menyebut tak menembak Brigadir J adalah bohong.
Hakim lantas menanyakan berapa kali Bharada E melepaskan tembakan ke arah Brigadir J. Sambo mengatakan Bharada E menembak sebanyak lima kali.
"Kalau memang saudara memang pengen jujur, saya pengen nanya ini, pertanyaan terakhir dari saya berapa kali Richard menembak?" tanya hakim.
"Setelah kejadian baru saya tahu lima kali," jawab Sambo.
"Lima kali?" tanya hakim lagi.
"Iya," jawab Sambo.
Sambo menyatakan dirinya baru mengetahui jumlah tembakan yang dilesatkan Bharada E setelah peristiwa penembakan. Padahal, saat itu Sambo berada di samping Bharada E.
"Setelah kejadian, menurut saudara lihat kan saudara di depan ya, di sebelahnya ya?" tanya hakim.
"Saya sudah sampaikan Yang Mulia, jadi, kejadiannya begitu cepat," jawab Sambo.
Selain itu, Sambo juga menegaskan bahwa dirinya tidak ikut menembak Brigadir J.
"Saudara ikut nembak enggak?" tanya hakim.
"Saya sudah jawab di awal, saya tidak ikut nembak," jawab Sambo.
Hakim pun bertanya-tanya siapa sosok yang menembak Brigadir J selain Bharada E. Pasalnya, ada tujuh luka tembak yang terdapat di tubuh Brigadir J.
"Tidak, tidak ikut nembak. Ini hasil pemeriksaan sementara dari autopsi, ini ada tujuh luka tembak masuk pada tubuh dan enam luka tembak keluar, jadi yang pelurunya ke luar kalau saudara katakan lima terus yang dua siapa yang nembak?" tanya hakim lagi.
"Saya tidak tahu," jawab Sambo.
"Apakah ada orang lain nembak?" kata hakim.[sb]