Presiden Peru Dina Boluarte menolak untuk mundur di tengah gempuran pendukung pendahulunya, Pedro Castillo, yang dimakzulkan oleh pemerintah.
Untuk meredakan ketegangan, Boluarte telah meminta anggota parlemen untuk mempercepat pemilu. Namun pada Jumat (18/12), Kongres menolak tawaran untuk menggelar pemilu pada Desember mendatang, atau dua tahun lebih awal dari jadwal.
"Apa yang diselesaikan dengan pengunduran diri saya? Kami akan berada di sini, dengan tegas, sampai Kongres memutuskan untuk memajukan pemilu," kata Boluarte dalam pidatonya, seperti dikutip Reuters.
Boluarte juga menyesalkan protes yang berujung pada kerusuhan hingga kematian dengan adanya bentrok antara pengunjuk rasa dengan aparat.
Sejauh ini sudah ada 18 orang meninggal di beberapa kota dan wilayah, termasuk anak di bawah umur.
Peru terjerumus ke dalam krisis politik pada 7 Desember ketika presiden Pedro Castillo saat itu dimakzulkan dan ditangkap setelah ia berusaha membubarkan Kongres dan memerintah melalui dekrit.
Para pengunjuk rasa menyerukan pembebasan Castillo, pengunduran diri Boluarte dan penutupan Kongres, serta pemilihan umum segera.
Kekacauan tidak sampai di situ. Dua menteri kabinet telah mengundurkan diri atas munculnya korban jiwa selama protes.
Sementara Castillo yang awalnya ditahan selama tujuh hari, diperintahkan untuk menghabiskan 18 bulan dalam penahanan prapersidangan.
Menurut jaksa penuntut umum Alcides Diaz, Castillo yang merupakan mantan guru sekolah diduga melakukan pemberontakan dan konspirasi. Jika terbukti bersalah, maka ia terancam hukuman penjara hingga 10 tahun.[sb]