Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai Presiden Joko Widodo sedang meledek menterinya, Prabowo Subianto soal ucapannya telah menang dua kali di pemilihan presiden (pilpres).
Ucapan Jokowi itu disampaikan saat menghadiri puncak hari ulang tahun Perindo, Senin (7/11). Prabowo turut hadir di acara tersebut.
Menurut Umam, pernyataan itu seolah Jokowi ingin menunjukkan level dan capaian politiknya kepada Prabowo. Jokowi menganggap dirinya telah unggul jauh dibanding Prabowo yang telah dua kali kalah di Pilpres.
"Hal itu seolah ingin menunjukkan level capaian dan kelas politiknya yang jauh berbeda dibanding mereka yang kalah Pilpres," kata Umam kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/11).
Umam mengkritik pernyataan Jokowi kepada Prabowo tersebut. Menurutnya, Jokowi telah kehilangan sensitivitasnya. Sebab, pernyataan itu bukan saja menyinggung Prabowo, namun juga menyinggung Ketua Umum partainya, PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sebab, Mega juga sempat memiliki catatan kekalahan saat mengikuti Pilpres 2004 dan 2009. Bahkan kekalahan Mega kala itu terjadi saat menjadi petahana.
Umam menilai ego Jokowi lahir karena telah terlalu lama menjadi penguasa. Jokowi menurutnya telah kehilangan sensitivitasnya dan menganggap penting untuk menunjukkan capaiannya kepada Prabowo.
Padahal menurutnya, Jokowi mestinya bisa lebih sensitif. Sebab, karier politiknya tidak lepas dari peran Prabowo yang mendukungnya di Pilkada DKI Jakarta 2012, dan Megawati yang mendukungnya di Pilpres 2014 dan 2019.
"Sebaiknya Jokowi kembali memahami nasehat 'ojo dumeh', jangan mentang-mentang, karena di balik capaian dan prestasi kita, selalu ada peran orang lain di belakangnya," katanya.
Di acara puncak ulang tahun Perindo, Jokowi sempat menyebut bahwa Pilpres 2024 akan menjadi jatah Prabowo. Hal itu disampaikan Jokowi sebab dirinya telah dua kali menang di pilpres.
"Dua kali di pilpres juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo. Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi, Senin (7/11).[SB]