Buruh Jawa Timur (Jatim) memilih fokus mengawal kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) yang bakal ditetapkan 7 Desember 2022 ketimbang memprotes hasil kenaikan UMP 2023.
"Kalau soal UMP kami tidak terlalu mempermasalahkan," kata Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, Nuruddin Hidayat, Selasa (29/11).
Nuruddin mengatakan UMP tidak terlalu berpengaruh pada upah yang diperoleh buruh. Hal itu lantaran pemerintah bakal menggunakan UMK dalam kebijakan pengupahan.
Karena itu, buruh di Jatim akan mengawal penetapan UMK, pekan depan. Mereka khawatir UMK 2023 bakal jauh dibawah dari yang diinginkan para pekerja.
"Formulasinya yang kami kritisi, karena bisa jadi Gubernur (Khofifah Indar Parawansa), ketika menetapkan UMK menggunakan formulasi yang sama ketika menetapkan UMP," ucapnya.
Diketahui, dalam Pasal 6 Permenaker 18 Tahun 2022 dijelaskan rumus formula penghitungan Upah Minimum sebagai berikut: UM(t+1) = UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t)).
UM(t+1) sendiri adalah Upah Minimum yang akan ditetapkan, sedangkan UM (t) berati Upah Minimum Tahun Berjalan. Selain itu, Penyesuaian Nilai UM merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alpha).
"Semisal UMP angka alpha yang digunakan adalah 0,2, Ini mungkin pada saat penetapan UMK, Gubernur menetapkan alpha 0,2 bukan 0,3," ujar dia.
Sebelumnya, Pemprov Jatim akhirnya menetapkan kenaikan UMP 2023. Dalam suratnya, Pemprov menyebut kenaikan UMP menjadi Rp2.040.244.
Penetapan tersebut terlampir dalam Keputusan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan nomor surat 188/860/KPTS 013/2022 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Timur Tahun 2023.
"Upah Minimum Provinsi Tahun Tahun 2023 sebesar Rp2.040.244,30. Dalam hal Upah Minimum Kabupaten/Kota telah ditetapkan, yang berlaku adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota," tulis surat tersebut.[SB]